CERITA PERJUANGAN “DIPLOMAT MUHAMMADIYAH” : MUHAMMADIYAH SUKSES MENEMBUS JALUR GAZA DALAM SERANGAN ISRAEL TAHUN 2009

Baca Juga

Erez Gate sebagai perbatasan Israel-Palestina (Foto : APA Images)

Di akhir tahun 2008 hingga awal 2009, Israel membombardir habis-habisan jalur gaza - Palestina yang mengakibatkan lebih dari 1.300 orang terbunuh dan lebih dari 5.000 orang terluka (data dari Kementerian Kesehatan Palestina). Negara-negara Islam bergerak berusaha membantu rakyat Gaza yang mengalami peperangan sekaligus embargo bantuan internasional dari Israel. Israel mengembargo jalur Gaza dengan menutup pintu-pintu perbatasan. Begitu juga dengan negara-negara yang berbatasan dengan Israel dan Palestina juga menutup pintu untuk keluar masuk. 

Banyak bantuan internasional yang pada akhirnya tidak bisa tersalurkan karena gagal menembus jalur masuk ke Gaza akibat serangan Israel ini. Tim dari Kementerian Kesehatan Indonesia yang juga sudah seminggu lebih menunggu di Kairo-Mesir dengan harapan agar bisa masuk ke Gaza, akhirnya menyerah. Mereka kemudian memutuskan pulang  pulang ke Jakarta tanpa bisa masuk ke Gaza. 

Namun, hal berbeda justru dialami oleh tim Muhammadiyah yang dikomandoi oleh MDMC. Walau sempat hampir menyerah karena sudah seminggu tertahan di Kota Amman, Yordania dan tidak kunjung bisa masuk ke Gaza, namun karena perjuangan salah satu Ketua PP Muhammadiyah yang jadi “Diplomat Muhammadiyah”, akhirnya Tim Kemanusiaan Muhammadiyah berhasil masuk ke Gaza.

Adalah Dr. Sudibyo Markus, M.BA Ketua PP Muhammadiyah periode 2005-2010, sekaligus salah satu pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, berjuang melalui jejaring internasional yang ia miliki untuk membantu tim Muhammadiyah agar bisa masuk ke Gaza. Kala itu bulan Februari 2009, Pak Dibyo, begitu biasa ia dipanggil, sedang berlibur ke rumah anak dan menantunya di Perth, Australia. Salah satu agenda liburannya di Perth adalah pergi ke Kota Albany, sebuah kota kecil di pantai selatan Australia Barat, sekitar 6 jam perjalanan melalui jalan tol dari Kota Perth.

Pak Dibyo sendiri menginap di pondok tunggal di Lembah Kangguru yang sepi dengan kebun jeruk luas berhektar-hektar, tempat Kangguru berlalu lalang, terutama di malam hari. Saat itu ia tengah asik bermain Bersama dua orang cucunya dengan bermain pasir dan mandi di pantai. Namun keceriaan itu tidak berlangsung lama tatkala datang SMS (waktu itu belum ada WA) dari dr. Ardiansyah, yang sedang berusaha masuk Gaza, tapi tertahan selama seminggu di Kota Amman, Ibu Kota Yordania.

Jam 11 siang dr. Ardiansyah Sp.B, dokter bedah RS Islam Jakarta Cempaka Putih (salah satu RS Muhammadiyah di Jakarta) yang merupakan Ketua Tim kemanusiaan gabungan MDMC Muhammadiyah bersama RS Kristen Bethesda Yakkum Yogyakarta, mengirimkan SMS kepada Pak Dibyo yang sedang berada di Australia Barat. Isi  SMSnya sangat ringkas yaitu minta ijin kepada Pak Dibyo selaku penanggung jawab Tim Kemanusiaan untuk Palestina di PP Muhammadiyah, agar Tim gabungan diijinkan segera kembali ke Jakarta karena sudah tidak ada harapan lagi untuk bisa masuk ke Gaza. 

Sejak akhir Desember 2008, Israel terus membombardir Jalur Gaza, sehingga Pemerintah Mesir yang merupakan satu-satunya negara yang menjadi pintu masuk ke Gaza melalui Raffah Gate (celah Raffah), tidak mengizinkan Tim Kemanusiaan internasional dari negara dan organisasi internasional manapun untuk masuk ke Gaza. Dan bagi tim kemanusiaan internasional yang sudah berada di Gaza diperintahkan untuk segera keluar. Celah Raffah (Raffah gate) yang menjadi satu-satunya pintu masuk ke Gaza dari arah Mesir ditutup.

Pak Dibyo segera berpikir cepat. SMS dari dr. Ardiansyah pun dijawabnya dengan kalimat "NO WAY”. Tim MDMC Muhammadiyah-Yakkum harus bisa masuk ke Gaza bagaimanapun caranya. 

Apa kata dunia kalau Tim Kemanusiaan kita gagal masuk Gaza?”

Segera setelah ia membalas SMS tersebut, Pak Dibyo segera bertindak cepat. Ia berusaha mencari akal, jalan, dan terobosan untuk [entah] bagaimana caranya Tim Kemanusiaan antar agama ini bisa masuk ke Gaza. 

Sebagai orang yang punya jejaring luas dan pengalaman internasional yang seabreg, Pak Dibyo tahu, satu-satunya “lubang jarum” untuk bisa masuk ke Gaza adalah masuk melalui pintu lain yang disebut Celah Erez atau Erez Gate, dan itu berada di sebelah utara perbatasan Gaza dengan Israel. Untuk itu tidak mungkin ditempuh tanpa melewati dan masuk wilayah Israel, dan lebih tidak mungkin lagi tanpa seizin pemerintah Israel yang sedang dalam status perang dengan kelompok Hamas di Gaza.

Dengan keyakinan yang kuat, Bismillah, ia segera mengirim SMS ke jejaring internasionalnya di berbagai negara untuk minta dukungan dan back up bagi keberangkatan Tim MDMC-Yakkum ini. Mulai dari Dr. Iyang Iskandar, Sekjen Palang Merah Indonesia (PMI) yang sedang rapat IFRC (International Federation of Red Cross and Red Crescent / Federasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional) di Jenewa-Swiss, hingga Dr. Jounis al Khatib, Ketua Palestinian Red Crescent (Bulan Sabit Merah Palestina). 

Delegasi Muhammadiyah Taiwan bersama dr. Sudibyo Markus, M.BA saat Muhammadiyah International Meeting di Makassar tahun 2015 (Foto : Koleksi Pribadi)


Dari awal ia merasa optimis bahwa “terobosan gila” ini bisa terlaksana. Ketika ia menghubungi Dr. Jounis al Khatib, dia ternyata sedang tidak berada di Palestina. Yang mengejutkan, ternyata beliau justru sedang duduk bersebelahan dengan Dr. Iyang yang sedang rapat IFRC di kantor Palang Merah Internasional di Jenewa tersebut. Kedua orang ini sangat mendukung gagasan “gila” Pak Dibyo ini.

Kemudian Pak Dibyo menghubungi Dr. Hani Al Banna, Direktur Islamic Relief Birmingham (sebuah lembaga kemanusiaan di Inggris), di kantornya di Kota London. Beliau mendukung dan memberikan nama Dr. Mahmud Soussy, seorang staff dari Islamic Relief yang sedang bertugas di Gaza, yang nantinya akan menerima Tim MDMC-Yakkum ketika tiba di Gaza melalui "lubang jarum Erez Gate". 

Pak Dibyo juga menghubungi Prof. Al Hadith, "tangan kanan" Ratu Yordania yang tahu semua jalur, mulai belanja logistik di Kota Amman sampai mengirimkannya dengan selamat ke Gaza.

Setelah dukungan di dapat dari berbagai tokoh kemanusiaan di berbagai negara, kini tinggal menyelesaikan satu masalah terakhir dan menjadi kunci kesuksesan gagasannya ini. Tahapan terakhir tersebut adalah meminta izin ke pemerintah Israel. Setidaknya meminta izin ke Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan Israel. Akhirnya ia menghubungi seorang Liaison Officer “Magen David Adom” / Palang Merah Israel, bernama Steve Stein, yang beberapa kali pernah bertemu dengan Pak Dibyo di forum internasional. 

Ketika menerima SMS, Steve menjawab "What can I do for you, Markus?" (di pergaulan internasional, orang akan memanggil dengan nama belakang seseorang sebagai nama panggilan).

Pak Dibyo menceritakan bahwa Tim MDMC-Yakkum untuk Gaza sudah seminggu terdampar di Kota Amman-Yordania, tanpa kepastian apakah bisa masuk ke Gaza atau tidak. Sementara pintu Raffah di perbatasan Mesir jelas sudah diblokade oleh pemerintah Mesir.  Kala itu Tim Kemanusiaan dari Kementerian Kesehatan Indonesia sudah kembali ke Jakarta. 

Pak Dibyo lantas bertanya ke Steve, "Would it be possible for our Muhammadiyah and Yakkum Team to get through to Gaza via Erez gate within the Israel territory?" Apa mungkin pemerintah Israel izinkan Tim MDMC-Yakkum masuk jalur Gaza lewat celah Erez di perbatasan utara Gaza yang berarti harus melewati wilayah Israel?

Steve Stein menjawab dengan enteng. “Wait, Markus. I will let you know within 30 minutes". Ia akan mengabari Pak Dibyo dalam 30 menit untuk keputusan apakah mungkin tim MDMC-Yakkum masuk ke Gaza melalui celah Erez. Pak Dibyo pun sempat terkejut bahwa ia akan dikabari hanya dalam 30 menit saja. 

Dan benar saja, setengah jam berikutnya Steve sudah mengirim SMS lagi. "Markus, your Team is granted to do that, and right now your team is awaited at the Israel Embassy in Amman for visa on arrival". Akhirnya tim MDMC-Yakkum diijinkan masuk lewat Israel dan hari itu juga Dr. Ardiansyah beserta seluruh tim ditunggu di Kedutaan Besar Israel di Kota Amman untuk urusan visa on arrival guna menjadi syarat agar bisa masuk ke Israel untuk menuju Gaza melalui celah Erez di utara.

Besok harinya, tim MDMC-Yakkum langsung diantar oleh tim KBRI Amman ke perbatasan Yordania-Israel dan dijemput langsung oleh tim Palang Merah Israel. Di sana tim MDMC sempat berziarah ke Masjidil Aqsha. Keesokan paginya, tim MDMC-Yakkum langsung berangkat menuju Celah Erez setelah bermalam di Kota Tel Aviv-Israel. Dan saat Maghrib, tim MDMC-Yakkum akhirnya tiba di Erez dengan dijemput oleh Dr. Mohammad Soussy. Tim kemanusiaan Muhammadiyah dan Yakkum itu kemudian bertugas selama kurang lebih satu minggu di RS Gaza, sebelum akhirnya kembali ke Jakarta  melalui jalur yang sama setelah menuntaskan misi.

Menurut Pak Dibyo, kala itu ia hanya berpikir sederhana. Ketua PP Muhammadiyah yang telah melanglang buana ke semua benua di dunia itu tahu bahwa setiap rombongan peziarah dari Indonesia yang akan berkunjung ke Masjidil Aqsa di Yerusalem, harus melewati wilayah Israel. Mereka akan melewati Kota Amman lalu menyeberang ke perbatasan Yordania-Israel di Jembatan King Hussein. Ia terpikir apa salahnya jika Tim Kemanusiaan ke Gaza ini ia lewatkan juga melalui jalur yang sama dengan para peziarah. Toh ini urusan kemanusiaan, bukan politik.

Belakangan, saat ia bertemu Steve Stein dalam suatu pertemuan di Yakkum, Steve berkata "Markus, sungguh tidak mudah memutuskan untuk menyetujui permintaanmu waktu itu. Dalam situasi perang, segala sesuatu yang buruk bisa saja terrjadi. Kalau saja hal itu terjadi (sesuatu yang buruk) kepada Tim MDMC-Yakkum, maka itu akan menjadi skandal kemanusiaan besar di dunia. Syukurnya Tuhan melindungi tim kalian". Di lain kesempatan, Wakil Dubes RI di Yordania kala itu juga sempat keheranan. Katanya, “bagaimana bisa tim yang sudah akan pulang ke Jakarta, hanya dalam dua jam tiba-tiba bisa masuk ke Gaza?”

Pak Dibyo sendiri menghabiskan pulsa kartu pasca bayarnya hingga jutaan rupiah (pada waktu itu karena belum ada aplikasi seperti WA, maka pilihan satu-satunya adalah menggunakan SMS yang kala itu masih menerapkan tarif roaming internasional yang tidak murah) untuk menghubungi semua jejaring internasionalnya di hampir 5 benua dalam kurun waktu dua jam saja. Namun jutaan rupiah ini tidak ada apa-apanya dibanding semangat untuk membantu rakyat Gaza yang kala itu sangat memerlukan bantuan karena terisolir oleh perang. Inilah salah satu bentuk komitmen dan integritas kemanusiaan yang nyata yang dimiliki oleh para pimpinan Muhammadiyah.

***

Keseriusan Muhammadiyah dalam membantu rakyat Palestina sudah tidak bisa diragukan lagi. Mulai dari bantuan dana puluhan milyar rupiah hingga menembus blokade Israel di saat perang sedang berkecamuk demi menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi masyarakat Gaza yang terisolir, sudah dilakukan oleh Muhammadiyah. 

Apa yang dilakukan oleh Muhammadiyah semata-mata murni sebagai bentuk solidaritas sekaligus dukungan bagi masyarakat Palestina yang sedang mengalami penderitaan akibat penjajahan oleh Israel. Aksi-aksi Muhammadiyah untuk Palestina semuanya dilakukan sesuai dengan koridor gerakan kemanusiaan Internasional Muhammadiyah yang berbasiskan aksi non politis dan murni atas nama kemanusiaan. 

Muhammadiyah selalu berusaha membantu di setiap bencana kemanusiaan, sosial, hingga bencana alam yang terjadi di wilayah dan negara manapun. Aksi-aksi ini bukanlah aksi politik yang berorientasikan kekuasaan dan pengaruh. Melainkan wujud pengamalan tauhid sosial yang menjadi dasar Gerakan Muhammadiyah.


______________________________

Disclaimer : Cerita ini diolah dari penuturan langsung dr. Sudibyo Markus melalui laman media sosialnya. Silahkan baca salah satu pemaparan beliau disini


Share:

2 komentar

  1. MasyaAllah, komitmen kemanusiaan tanpa batas ��

    BalasHapus
  2. MasyaAllah, komitmen kemanusiaan tanpa batas 👍

    BalasHapus