Kala senja menyapa Yogyakarta di penghujung abad ke-19, K.H. Ahmad Dahlan, sosok yang kelak menjadi pelita Muhammadiyah, termenung di Langgar Kidul. Sepulang menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama di tanah suci, hatinya gelisah. Ada yang mengganjal dalam pelaksanaan ibadah umat Islam di kampung halamannya. Arah kiblat, yang seharusnya mengarah tepat ke Ka'bah di Mekkah, terasa melenceng. Kegelisahan ini bukan tanpa dasar. Selama di Mekkah, Kiai Dahlan tekun mempelajari ilmu falak, ilmu tentang pergerakan benda-benda langit. Pengetahuannya ini memberinya keyakinan bahwa arah kiblat di Masjid Gedhe Kauman dan masjid-masjid lain di Yogyakarta perlu diluruskan.
Tekad Kiai Dahlan membuncah. Ia ingin meluruskan arah kiblat, bukan hanya secara fisik, tetapi juga sebagai simbol pemurnian ibadah umat. Namun, jalan yang terbentang tidaklah mudah. Pemikirannya yang progresif, yang mendasarkan penentuan arah kiblat pada ilmu falak, berbenturan dengan tradisi yang telah mengakar kuat. Para ulama dan masyarakat awam kala itu masih berpegang pada metode tradisional yang diwariskan turun-temurun.
![]() |
Ilustrasi Arah Kiblat (Gambar : pngtree) |
Kiai Dahlan mencoba mengajak dialog, menjelaskan dengan sabar berdasarkan ilmu yang dipelajarinya. Ia menunjukkan perhitungan dan bukti-bukti bahwa arah kiblat yang selama ini digunakan memang kurang tepat. Namun, respons yang diterimanya jauh dari dukungan. Sebagian besar ulama menolak gagasannya, bahkan menudingnya menyebarkan ajaran sesat yang dapat menimbulkan kekacauan.
Di tengah penolakan dan cemoohan, Kiai Dahlan tidak gentar. Ia meyakini kebenaran berdasarkan ilmu pengetahuan. Keyakinan itulah yang mendorongnya untuk tetap berpegang teguh pada pendiriannya. Ia mulai menerapkan arah kiblat yang diyakininya benar di Langgar Kidul, tempat ia mengajar dan membimbing para santrinya.
Langkah Kiai Dahlan ini semakin memantik kontroversi. Masyarakat terpecah, ada yang mendukung, namun lebih banyak yang menentangnya. Puncaknya, ketika para murid Kiai Dahlan membuat tanda shaf baru di Masjid Gedhe Kauman sesuai dengan arah kiblat yang telah diluruskan. Peristiwa ini membuat Kanjeng Penghulu Keraton, yang merupakan otoritas keagamaan tertinggi kala itu, murka. Langgar Kidul dibongkar, dan Kiai Dahlan mendapat tekanan hebat untuk menghentikan "bid'ah"-nya.
Semangat Pembaruan di Tengah Badai Penolakan
Kiai Dahlan dihadapkan pada pilihan sulit: menyerah pada tekanan atau tetap berjuang demi keyakinannya. Ia hampir saja putus asa, ingin meninggalkan Kauman, bahkan Yogyakarta. Namun, berkat dukungan dan nasehat dari orang-orang terdekatnya, ia kembali tegar. Kiai Dahlan menyadari bahwa perjuangan meluruskan arah kiblat bukanlah sekedar persoalan fisik, melainkan bagian dari upaya membangun masyarakat Islam yang berkemajuan, yang berlandaskan pada al-Qur'an dan sunnah, serta terbuka terhadap ilmu pengetahuan.
Perlahan namun pasti, usaha Kiai Dahlan mulai membuahkan hasil. Semakin banyak orang yang memahami maksud dan tujuannya. Mereka tergerak oleh keteguhan dan keikhlasan Kiai Dahlan dalam menyampaikan kebenaran. Dukungan pun mulai berdatangan, tidak hanya dari kalangan awam, tetapi juga dari sebagian ulama yang berpikiran terbuka.
Kiai Dahlan tidak hanya berjuang meluruskan arah kiblat. Ia juga mengajarkan pentingnya menuntut ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan umum. Ia mendorong umat Islam untuk tidak takut pada kemajuan zaman, melainkan harus aktif mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perjuangan Kiai Dahlan ini menjadi cikal bakal berdirinya Muhammadiyah pada tahun 1912. Organisasi ini lahir dengan semangat pembaruan, menyerukan kembali pada ajaran Islam yang murni, serta menganjurkan umat Islam untuk memajukan diri dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial kemasyarakatan.
Meluruskan Arah Kiblat: Metafora Gerakan Muhammadiyah
Kisah K.H. Ahmad Dahlan meluruskan arah kiblat di Yogyakarta menjelang abad ke-20, mengandung makna filosofis mendalam bagi gerakan Muhammadiyah. Peristiwa ini bukanlah sekedar koreksi arah bangunan fisik, melainkan sebuah perumpamaan tentang semangat pembaruan yang menjadi roh perjuangan Muhammadiyah. Meluruskan arah kiblat sejatinya merupakan upaya pemurnian aqidah, penajaman orientasi hidup, dan peneguhan komitmen umat Islam dalam menjalankan ajaran agamanya.
Ibarat pedoman yang menunjukkan arah, kiblat menjadi penentu dalam menjalankan ibadah shalat. Arah yang benar akan mengantarkan pada sasaran yang tepat, sementara arah yang melenceng akan menyebabkan kesesatan. Demikian pula dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat, umat Islam harus memiliki orientasi yang jelas dan lurus, yaitu mencapai ridha Allah SWT dan kemaslahatan bersama.
Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan meluruskan arah kiblat mengajarkan kita untuk senantiasa berpegang teguh pada kebenaran, meskipun harus berhadapan dengan rintangan dan tantangan. Beliau menunjukkan bahwa kebenaran harus diperjuangkan, meskipun harus berkorban dan menanggung resiko. Sikap teguh pendirian dan keberanian beliau dalam menyuarakan kebenaran patut diteladani oleh setiap generasi Muhammadiyah.
Meluruskan arah kiblat juga merupakan simbol dari semangat ijtihad dan pembaruan dalam beragama. K.H. Ahmad Dahlan mengajarkan kita untuk tidak taklid buta terhadap tradisi dan kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Umat Islam harus berani menggunakan akal dan pikirannya untuk memahami agama secara mendalam dan mencari solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi.
Semangat meluruskan arah kiblat juga relevan dengan upaya Muhammadiyah dalam mencerahkan umat dan memajukan bangsa. Muhammadiyah harus terus berperan aktif dalam meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat. Muhammadiyah juga harus menjadi pelopor dalam mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan bermartabat.
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, semangat meluruskan arah kiblat dapat dimaknai sebagai upaya untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, dan bebas dari korupsi. Muhammadiyah harus aktif dalam mengawal jalannya pemerintahan agar senantiasa berpihak pada kepentingan rakyat.
Meluruskan arah kiblat juga bermakna menjaga ukhuwah islamiyah dan kerukunan antarumat beragama. Muhammadiyah harus terus mempromosikan dialog dan kerjasama antarumat beragama guna mewujudkan perdamaian dan persatuan bangsa.
Di era globalisasi ini, semangat meluruskan arah kiblat juga berarti menjaga identitas dan jati diri bangsa di tengah arus budaya global. Muhammadiyah harus mampu menyaring berbagai pengaruh budaya asing yang masuk ke Indonesia, sehingga umat Islam tidak terjerumus pada hedonisme, materialisme, dan sekularisme.
Dengan demikian, semangat meluruskan arah kiblat merupakan spirit yang terus menyala dalam gerakan Muhammadiyah. Semangat ini mendorong Muhammadiyah untuk terus berbenah diri, memperbaiki kualitas ibadah, menuntut ilmu, dan berkontribusi positif bagi umat, bangsa, dan kemanusiaan.
Semangat meluruskan arah kiblat bukanlah sebuah slogan kosong, melainkan sebuah aksi nyata yang harus diwujudkan dalam setiap langkah dan gerakan Muhammadiyah. Setiap warga Muhammadiyah harus menjadi pelopor pembaruan, agen perubahan, dan inspirator kemajuan bagi lingkungan sekitarnya.
Melalui semangat meluruskan arah kiblat, Muhammadiyah akan terus berkiprah dalam mencerahkan umat, memajukan bangsa, dan mewujudkan peradaban yang berkemajuan. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan bimbingan dan petunjuk-Nya kepada kita semua dalam menjalankan amanah ini.
Relevansi di Era Modern
Di era modern yang diwarnai arus globalisasi dan kemajuan teknologi yang pesat, semangat "meluruskan arah kiblat" yang diwariskan K.H. Ahmad Dahlan tetap menjadi kompas bagi gerakan Muhammadiyah. Semangat ini bukan hanya tentang arah fisik dalam shalat, melainkan sebuah metafora untuk terus menerus memurnikan niat, mencari kebenaran sejati, dan beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan jati diri.
Muhammadiyah, sebagai organisasi Islam yang lahir dari semangat pembaruan, memikul tanggung jawab untuk menjawab tantangan zaman. Permasalahan kemiskinan, kebodohan, kesenjangan sosial, dan degradasi moral menuntut langkah nyata dan solutif. Diperlukan ijtihad dan terobosan baru agar Muhammadiyah tetap relevan dan bermanfaat bagi umat dan bangsa.
Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah dituntut untuk meningkatkan kualitas lembaga pendidikannya, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Kurikulum harus dikembangkan agar mampu menghasilkan lulusan yang berintelektualitas tinggi, berakhlak mulia, dan memiliki daya saing global. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pembelajaran juga harus dioptimalkan.
Di bidang kesehatan, Muhammadiyah harus terus meningkatkan pelayanan kesehatan melalui jaringan rumah sakit dan klinik yang dimilikinya. Akses pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas harus dijamin bagi seluruh lapisan masyarakat. Pengembangan riset dan inovasi di bidang kesehatan juga perlu didorong agar Muhammadiyah dapat berkontribusi dalam meningkatkan derajat kesehatan bangsa.
Di bidang ekonomi, Muhammadiyah perlu menguatkan peran lembaga keuangan mikro dan usaha kecil menengah yang dimilikinya. Pemberdayaan ekonomi umat melalui pengembangan kewirausahaan dan koperasi harus terus ditingkatkan. Muhammadiyah juga harus aktif dalam menciptakan lapangan kerja dan mengurangi angka pengangguran.
Di bidang sosial kemasyarakatan, Muhammadiyah harus terus berperan aktif dalam mengatasi berbagai persoalan sosial, seperti kemiskinan, kebodohan, dan ketidakadilan. Program-program pemberdayaan masyarakat harus ditingkatkan efektivitasnya agar mampu menciptakan masyarakat yang mandiri dan sejahtera.
Dalam menyikapi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, Muhammadiyah harus bijak dan cermat. Di satu sisi, teknologi informasi dan komunikasi dapat menjadi sarana dakwah yang efektif dan menjangkau masyarakat luas. Namun di sisi lain, teknologi informasi dan komunikasi juga memiliki potensi negatif, seperti penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan pornografi. Oleh karena itu, literasi digital harus ditingkatkan agar warga Muhammadiyah dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi secara bijak dan bertanggung jawab.
Muhammadiyah juga harus tetap waspada terhadap berbagai ideologi dan paham yang bertentangan dengan ajaran Islam yang rahmatan lil 'alamin. Ekstremisme, radikalisme, dan terorisme harus diberantas karena merusak citra Islam dan mengancam keutuhan bangsa. Muhammadiyah harus aktif dalam mempromosikan Islam yang moderat, toleran, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam menjalankan perannya di era modern ini, Muhammadiyah harus terus memperkuat soliditas dan konsolidasi organisasi. Kerjasama antar berbagai unsur di dalam Muhammadiyah, mulai dari pimpinan pusat hingga ranting, harus terus ditingkatkan. Partisipasi aktif dari seluruh warga Muhammadiyah juga sangat diperlukan agar Muhammadiyah dapat terus berkembang dan berkontribusi bagi umat, bangsa, dan kemanusiaan.
***
Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan meluruskan arah kiblat merupakan tonggak penting dalam sejarah Muhammadiyah. Perjuangan ini mengajarkan kita tentang pentingnya berpegang teguh pada kebenaran, berani menyuarakan kebenaran, dan terus berusaha untuk memperbaiki diri dan masyarakat.
Semoga semangat meluruskan arah kiblat ini terus menginspirasi kita semua untuk menjadi muslim yang berkemajuan, yang senantiasa berusaha untuk meningkatkan kualitas ibadah, menuntut ilmu, dan berkontribusi positif bagi umat dan bangsa.