KITA DAN AMBULANS PARPOL - ORMAS

Baca Juga

Beberapa hari yang lalu, publik dikejutkan dengan viralnya video singkat seorang bapak yang menggendong jenazah anaknya untuk dibawa pulang. Narasi yang disebarkan adalah pihak Puskesmas tidak memperbolehkan mobil ambulans mereka digunakan untuk mengangkut jenazah anak si bapak tersebut. Sudah bisa ditebak bagaimana kelanjutan dari viralnya video tersebut, tidak sedikit warganet yang menghujat hingga nyinyir kepada petugas Puskesmas tersebut. Padahal duduk perkaranya tidak sesimpel narasi yang diviralkan tersebut.
Ilustrasi Ambulans
(Credits : I Gst A Pt Windhu Segara / IG : Tujenk )


Di beberapa media arus utama, petugas Puskesmas sudah memberikan klarifikasinya. Sesuai aturan dari Menteri Kesehatan, ambulans di Indonesia dibedakan ke dalam beberapa jenis, yaitu ambulans transportasi, ambulan emergensi (kegawatdaruratan), dan ambulans jenazah. Ketiga mobil ambulans ini tentunya sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) memiliki fungsi dan tujuan berbeda-beda. Selain itu, isi dari ambulansnya tentu juga berbeda. Nah, dalam kasus tersebut, ambulans yang dimiliki oleh Puskesmas adalah ambulans emergensi yang didalamnya terdapat peralatan khusus seperti ventilator, tabung oksigen, dan sebagainya. Peruntukannya tentu hanya untuk hal-hal menyangkut kegawatdaruratan seperti misal terjadi kecelakaan lalu lintas atau ada warga yang membutuhkan pertolongan karena terserang sakit jantung. Petugas Puskesmas juga ternyata sudah memberikan nomor kontak lembaga dan yayasan yang menyediakan angkutan jenazah. Ini artinya pihak Puskesmas sudah benar tindakannya karena berusaha mematuhi aturan dan prinsip penggunaan ambulans. Perihal tidak ada mobil jenazah yang tersedia karena banyak yang digunakan, tentu ini soal lain. Tapi yang perlu digaris bawahi adalah pihak Puskesmas tidak menyalahi prosedur yang ada serta sudah berusaha membantu memberikan informasi. Sampai disini klir ya.

Eits, tapi ternyata tidak semudah itu.

Walaupun sudah diberitakan di berbagai media tentang klarifikasi ini, ternyata masyarakat kita masih banyak juga yang ngeyel dan tetap menyalahkan pihak Puskesmas. Padahal kalau kita mau berpikir logis, aturan ini dibuat bukan tanpa tujuan, melainkan untuk memberikan pelayanan cepat dalam hal situasi gawat darurat. Jika dibuat skala prioritas dalam hal emergensi, maka mengantar jenazah tidak berada di skala prioritas. Dalam arti lain, mengantar jenazah bukanlah hal emergensi. Bisa dibayangkan jika misalkan ketika mobil ambulans emergensi ini yang seharusnya standby di Puskesmas harus mengantar jenazah, lalu tiba-tiba ada kecelakaan lalu lintas dimana para korban mengalami luka-luka berat. Bisa dibayangkan bagaimana situasinya ketika mencari ambulans untuk mengangkut para korban kecelakaan ini ternyata mobil ambulans sedang tidak berada di tempat karena mengantar jenazah. Bisa-bisa korban kecelakaan ini akan terlambat tertangani dan berakibat fatal. Ingat bahwa korban kecelakaan ataupun orang dengan kondisi emergensi, proses mengangkutnya tidak boleh sembarangan. Ditambah lagi tentu perlu adanya alat-alat pendukung kehidupan selama proses pengangkutan menuju rumah sakit / tempat perawatan. Belum lagi jika misalkan ambulans jenis emergensi ini dipaksa untuk membawa jenazah, tentu harus dikeluarkan terlebih dahulu alat-alat kesehatan yang ada di dalam ambulans tersebut. 

Lalu, apakah mengantar jenazah bukanlah hal emergensi? Ini soal kemanusiaan bung?

Benar ini memang soal kemanusiaan. Siapa yang tidak sedih, sudahlah ditinggal keluarga tercinta, namun saat mau membawa pulang untuk dikebumikan masih harus dipersulit karena ketiadaan kendaraan. Saya sangat setuju untuk membantu siapapun atas nama kemanusiaan. Kewajiban kita sebagai manusia adalah membantu manusia lainnya. Sampai batas ini, kemanusiaan adalah hal mendasar yang bisa kita jadikan acuan untuk memberi bantuan. Namun, sekali lagi perlu digarisbawahi bahwa kita perlu juga memikirkan skala prioritas urgensi penggunaan dan peruntukan ambulans tersebut. Apakah kita yang menghujat petugas Puskesmas tersebut pernah terpikir bagaimana seandainya jika kita menjadi keluarga dari korban kecelakaan lalu lintas yang ternyata meninggal dunia karena terlambat tertolong akibat ketiadaan mobil ambulans? Sebagai keluarga korban, bisa jadi kita juga akan menghujat petugas Puskesmas / ambulans tersebut karena dianggap tidak memprioritaskan kondisi kegawatdaruratan. Kalau sudah seperti ini, lebih penting mana soal rasa kemanusiaan kita atau menolong nyawa manusia yang mengalami situasi gawat darurat?

***

Sebagai orang yang tinggal dan dibesarkan di desa, saya lebih sering melihat ambulans berlogo/bergambar partai politik, calon anggota legislatif, maupun ormas dibanding ambulans yang berlogo Dinas Kesehatan / Rumah Sakit / Puskesmas mondar-mandir di tempat kami. Maklum, di daerah kami dulu tidak setiap puskesmas punya ambulans. Jadi hanya puskesmas besar yang punya.

Bagi mereka yang sehari-harinya lebih familiar dengan ambulans parpol ini, mereka beranggapan bahwa ambulans itu adalah kendaraan multifungsi yang bisa diakses oleh siapa saja. Maklum saja, di tengah minimnya fasilitas ambulans yang disediakan oleh pemerintah, kondisi ini ternyata dilirik oleh para partai politik, caleg, maupun ormas sebagai ceruk sosial untuk mengekspresikan keberpihakan mereka. Tentu keberpihakan ini bisa dimaknai dengan berbagai hal, tergantung niatan dari si penyedia kendaraan ambulans tersebut. Sehingga, banyak partai politik, ormas, maupun caleg yang ramai-ramai membuat ambulans untuk membantu masyarakat. Soal apakah ambulans tersebut sesuai aturan pemerintah, itu soal lain. Yang penting mereka menyediakan mobil jenis pickup dengan tulisan ambulance di depannya, lampu rotor warna merah di atasnya, dan tak lupa gambar logo partai, ormas, atau foto Caleg yang menutupi setengah badan kendaraan itu. Di beberapa Puskesmas di tempat kami, mobil ambulans tak jarang digunakan oleh adek-adek kepanduan yang berlatih di Puskesmas untuk mengantar anggota mereka ketika ada kegiatan perkemahan atau kegiatan di tempat lain. Bahkan di tempat tinggal saya yang baru, saya pernah melihat kendaraan ambulans yang seharusnya standby di Puskesmas, ternyata dibawa pulang oleh atasannya dan diparkir di rumahnya. Entah ini kasuistik atau lumrah, namun yang seperti ini tentu tidak sesuai peruntukannya jika menilik aturan yang ada.

Bagi saya, hal-hal semacam ini justru yang menjadikan masyarakat terstigma bahwa ambulans itu ya hanya satu jenis dan itu multifungsi. Siapa saja boleh memakai ambulans dengan berbagai peruntukan, baik mengantar orang sakit kritis, membawa pulang orang yang sudah sehat dari rumah sakit/tempat perawatan, atau bahkan mengantar jenazah sekalipun. Persepsi ini terbentuk dari apa yang mereka saksikan setiap hari di lingkungan mereka.

Jadi jangan juga salahkan masyarakat jika mereka memandang apa yang dilakukan oleh petugas Puskesmas di atas adalah sebuah ketidakpatutan dan sesuatu yang salah. Mereka hanya menyampaikan dari apa yang mereka pahami dari sekitar mereka tanpa tahu bagaimana aturan yang sebenarnya. Disinilah baru kemudian kita menyadari betapa pentingnya literasi informasi dalam merubah paradigma berpikir masyarakat kita.

***

Dari kasus ini, kiranya kita perlu melakukan refleksi mendalam bersama-sama : sudahkah kita bertindak untuk menempatkan semuanya sesuai porsi peruntukannya? 

Pemerintah kedepannya harus lebih memperketat pembuatan kendaraan ambulans oleh instansi non pemerintah. Perlu ada semacam regulasi tentang syarat untuk membuat kendaraan ambulan serta pengawasan kepada ambulans non pemerintah sehingga tidak ada lagi kesalahan pemahaman tentang  peruntukan ambulans. Hingga saat ini, siapa saja bisa memiliki ambulansnya sendiri. Mereka cukup membeli sebuah kendaraan yang lantas dijadikan ambulans. Tak perlu melengkapi alat-alat pendukung didalamnya, cukup mobil pickup yang didesain luarnya sedemikian rupa menyerupai ambulans yang nyatanya sebenarnya itu bukanlah ambulans, melainkan mobil yang dilabeli ambulans.

Soal persepsi masyarakat tentang ambulans, kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan mereka. Selain memang kita tahu bahwa literasi informasi kita rendah, juga persepsi itu dibentuk melalui apa yang mereka saksikan dan mereka lihat di sekitar mereka. Saat ini, menjadi tugas kita bersama untuk memberikan pemahaman tentang hal-hal semacam ini, yang bisa jadi kita anggap sepele namun bisa berubah menjadi tragedi akibat adanya mispersepsi.

Kita beruntung sekali hidup di Indonesia. Di tengah keterbatasan pemerintah dalam menyediakan fasilitas kendaraan ambulans untuk masyarakat, banyak orang/lembaga/organisasi yang bersedia membantu untuk mengatasi keterbatasan  fasilitas  kendaraan ambulans. Ini adalah modal sosial yang tidak kita tidak temukan di negara lain. Tapi tentunya niat baik ini perlu disambut dengan regulasi dan pengawasan yang baik juga agar keberadaan ambulans-ambulans ini bisa menghasilkan kebaikan bagi semuanya.

Share:

0 komentar