TRILOGI MUHAMMADIYAH TAIWAN ; SEBUAH METOMONIA SEMANGAT AL-MAUN

Baca Juga

“Tahukah kamu orang-orang yang mendustakan Agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan fakir miskin. Maka, kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat ria, dan enggan mengulurkan pertolongan/bantuan secara berhasil guna dan berdaya guna” (Q.S. Al Ma’un ayat 1-7)

Muhammadiyah, sebagai organisasi muslim termodern dan terbesar dalam hal asset dana amal usahanya, tahun ini memuncaki usianya yang ke 108 tahun. Sebuah usia yang tak lazim bagi sebuah organisasi modern yang mampu bertahan dalam pusaran zaman. Muhammadiyah telah melampaui masa sebelum Indonesia lahir, kemerdekaan, hingga era reformasi. Bahkan di usinya yang beranjak ke abad keduanya, Muhammadiyah dihadapkan pada suatu masa yang disebut sebagai era disruptif dengan teknologi sebagai topik pembicaraan utama di semua lini kehidupan. Saat berbicara tentang Muhammadiyah, maka kita juga akan membicarakan tentang Surat Al-Maun, salah satu surat dalam Al Quran, yang menjadi spirit pendirian organisasi Muhammadiyah. Dalam sejarahnya, KH. Ahmad Dahlan, sang pendiri Muhammadiyah, mengajarkan berulang-ulang surat Al Maun ini kepada murid-muridnya yang jika belum diamalkan, maka belum boleh berpindah ke surat lainnya. Seiring berjalannya waktu, semangat ini lantas mengkristal menjadi sebuah istilah baru yang bernama Teologi Al Maun yang dipopulerkan oleh Muslim Abdurrahman, salah seorang intelektual Muhammadiyah.

Sayyid Quth (dalam Tafsir fi Zhilalil Qur’an Vol. 24) menjelaskan bahwa surat pendek ini mampu memecahkan hakikat besar yang mendominasi pengertian iman dan kufur secara total. Boleh jadi definisi iman dan kufur di sini sangat berbeda bila dibandingkan definisi tradisional. Karena kufur (mendustakan agama) di sini diartikan sebagai menghardik anak yatim dan atau menyakitinya (Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin). Logika kufur muncul karena seharusnya saat iman seorang sudah mantap di hati, niscaya anak-anak yatim dan orang miskin tentu tidak akan diterlantarkan.

Pada dasarnya, Allah tidak hanya menghendaki pernyataan-pernyataan dari manusia. Tetapi menghendaki pernyataan itu disertai dengan amalan-amalan sebagai pembuktiannya. Kalau tidak, pernyataan tersebut tidak lebih hanya debu yang tidak ada bobotnya di sisi Allah. Karena memang, islam bukanlah agama simbol dan lambang semata. Iman akan tidak berwujud bila tidak direfleksikan ke dalam gerakan amal shaleh.

Surat Al Maun ini mengajarkan bahwa ibadah ritual itu tidak ada artinya jika pelakunya tidak melakukan amal sosial. Pemaknaan social ini lantas diejawantahkan oleh KH Ahmad Dahlan dan murid-muridnya dengan mencari orang paling miskin yang bisa ditemui di masyarakat, kemudian memandikannya dan menyuapinya. Ini adalah implementasi paling awal dari pemahaman semangat Al Maun yang diyakini oleh generasi awal Muhammadiyah. Lantas dengan digandengnya Budi Utomo dan Kraton Yogyakarta, KH Ahmad Dahlan mendirikan sekolah, rumah sakit, dan panti asuhan.


Seiring perkembangan zaman, semangat dalam teologi Al Maun ini lantas menjadi trilogi-trilogi baru yang menjadi arah gerak Muhammadiyah untuk mengambil perannya sebagai organisasi dakwah Islam. Di babak awal Muhammadiyah, trilogi tersebut didefinisikan sebagai healing (pelayanan kesehatan), schooling (pendidikan), dan feeding (pelayanan sosial). Dalam hal pelayanan kesehatan, Muhammadiyah meyakini bahwa umat Islam harus sehat dan selalu kuat. Nabi Muhammad SAW sendiri telah bersabda bahwa orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Muslim yang lemah. Karena itu, disamping kuat dari segi ilmu pengetahuan, umat juga harua kuat secara fisik.

Dalam hal pendidikan, Muhammadiyah meyakini bahwa pendidikan sangat penting karena akan melahirkan kesadaran, sehingga umat bisa bangkit dan berjuang untuk mengaktualisasikan dirinya. Sedangkan dalam hal pelayanan social, Muhammadiyah yakin bahwa salah satu poin penting dalam narasi Al Maun adalah melakukan pelayanan social kepada kaum papa yang kala itu tidak terperhatikan. Memperhatikan kaum papa merupakan salah satu ibadah utama yang pemaknaannya berasal dari surat Al-Maun.

Metomonia Semangat Al-Maun di Taiwan
Muhammadiyah mulai bergeliat di Taiwan sejak masa-masa awal mahasiswa Indonesia membanjiri Taiwan untuk studi. Di periode 2007-2010, Muhammadiyah di Taiwan baru sebatas wacana yang menjadi topik hangat diskusi antar kader melalui milis email. Muhammadiyah mulai benar-benar menjadi sebuah gerakan di medio tahun 2013 saat 6 kader Muhammadiyah memulai dakwahnya melalui jejaring dunia maya. Lalu tahun 2014 mewujud menjadi organisasi resmi sebagai cabang istimewa ke-14 dari Persyarikatan Muhammadiyah.

Sejak awal berdirinya Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Taiwan (selanjutnya disebut sebagai Muhammadiyah Taiwan), para assabiqunal awwalun nya telah merumuskan trilogi dan trisula Muhammadiyah Taiwan sebagai ciri khas gerakan Muhammadiyah di bumi Formosa berdasarkan teologi Al-Maun yang terbagi dalam dua gerakan mendasar, yaitu gerakan liberasi dan emansipasi. Gerakan liberasi ini dimaknai sebagai gerakan untuk membebaskan umat dari keterbelakangan, dari kebodohan, dan dari ketidakberdayaan. Karena itu Muhammadiyah Taiwan sedari awal berdiri berusaha focus pada upaya melakukan pembangunan dalam bidang pendidikan (non-formal) bagi para Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Taiwan, kesehatan, dan menjadikan umat (dalam hal ini adalah para PMI) agar lebih berdaya sekembalinya ke Indonesia. Sedangkan gerakan emansipasi dimaknai dengan upaya mengangkat harkat dan martabat umat sebagai manusia. Jadi umat bukan hanya menjadi taat secara ritual tapi juga menjadikan umat itu terangkat harkat dan martabatnya.

Dari pemahaman akan teologi Al Maun tersebut, Muhammadiyah Taiwan lantas menjabarkannya menjadi sebuah trilogi yang menjadi ciri khas gerakan bagi Muhammadiyah di Taiwan. Trilogi tersebut adalah gerakan filantropi, gerakan pemberdayaan TKI, dan gerakan dakwah maya.

Gerakan Filantropi (Al-Khairat)

Di Taiwan, terdapat kurang lebih 261.782 warga negara Indonesia yang kuliah, kerja, dan tinggal di Taiwan. Dari jumlah tersebut, 6.000 orang adalah berstatus mahasiswa, 50.000 orang bekerja di pekerja kerah biru, 70.000 orang menikah dengan orang Taiwan, dan selebihnya bekerja sebagai PMI di berbagai sector (formal dan informal). Jumlah tenaga kerja yang fantastis ini cukup dimaklumi seiring adanya kenaikan gaji yang juga fantastis bagi para PMI. Semakin baiknya jumlah gaji bagi para pekerja asing di Taiwan ini ternyata juga diimbangi dengan tingginya semangat berbagi dari para pekerja untuk berbagai hal, seperti sedekah, bantuan bencana, dan lain sebagainya. Sehingga Muhammadiyah Taiwan mencoba memfasilitasi niat baik dari para migran Indonesia di Taiwan ini untuk menyalurkannya melalui program pemanfaatan yang tepat guna. Muhammadiyah Taiwan melalui lembaga zakatnya menawarkan berbagai program filantropis yang bisa diikuti oleh para WNI yang menetap di Taiwan dengan berbagai program nyata, seperti sedekah dakwah, sedekah bencana alam di Indonesia dan dunia, sedekah untuk Palestina, Kurban untuk Palestina, Zakat dan Infaq untuk mereka yang berhak, serta sedekah pembangunan masjid di Indonesia maupun di Taiwan. Sejak hadir pertama kalinya di tahun 2014 hingga kini, gerakan filantropis Muhammadiyah Taiwan mampu mengumpulkan dan menyalurkan dana mencapai 1 Miliar rupiah yang kesemuanya disalurkan melalui program tepat guna bekerjasama dengan berbagai pihak / lembaga.

Bahkan di tahun 2016, melalui gerakan ini pula, Muhammadiyah Taiwan berhasil mengumpulkan dana puluhan juta rupiah untuk membantu pembangunan salah satu masjid di Taiwan yang dikelola oleh rekan-rekan dari Nahdhatul Ulama (NU) Taiwan. Muhammadiyah Taiwan berusaha selalu hadir untuk membantu siapapun yang memerlukan bantuan tanpa membedakan organisasi, suku, agama, ras, bahkan kewarganegaraan. Semangat dari Al-Maun senantiasa dipupuk untuk terus tumbuh diantara semua kader Muhammadiyah Taiwan agar terus bergerak memberikan manfaat bagi sesama melalui gerakan filantropi.

Gerakan Pemberdayaan PMI (At-Tanmiyah)

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, di Taiwan terdapat ratusan ribu WNI yang bekerja sebagai PMI di sector formal dan informal. Banyaknya jumlah dari WNI ini juga berimbas pada berbagai masalah yang timbul dan dihadapi. Salah satunya adalah kemandirian pasca selesai kontrak kerja di Taiwan. Tidak sedikit para PMI yang pada akhirnya harus kembali ke Taiwan untuk bekerja sekembalinya ke Indonesia. Ada banyak factor yang melatarbelakanginya, salah satunya adalah ketidakmampuan mereka dalam mengelola gaji yang telah mereka dapat agar menjadi kegiatan ekonomi yang lebih produktif. Banyak juga yang pada akhirnya menghabiskan gaji mereka untuk hal-hal konsumtif yang itu justru tidak menghasilkan dan tidak bisa digunakan untuk menopang ekonomi keluarga. Ketiadaan softskill untuk mengelola asset semacam ini adalah problem yang jamak ditemui diantara para PMI Purna. Alhasil, pasca habis, mereka banyak yang kembali ke Taiwan. Namun ada juga factor lain yang mendasari mengapa mereka kembali lagi ke Taiwan sebagai PMI.

Sudah banyak wacana yang dikembangkan tentang pemberdayaan PMI purna yang telah kembali ke Indonesia. Namun nyatanya, hasilnya masih sangat minim. Dan Muhammadiyah Taiwan melihat ini sebagai peluang untuk bisa hadir mengambil peran yang lebih riil untuk bersama-sama menyelesaikan masalah yang ada.

Melalui Majelis yang khusus membidangi pemberdayaan ini, Muhammadiyah Taiwan berusaha untuk memfasilitas berbagai pelatihan life skill, economic skill, management skill dan banyak hal lainnya bagi para PMI. Dakwah-dakwah Muhammadiyah Taiwan berusaha menyasar problem-problem yang riil dihadapi oleh para PMI ini. Bagi Muhammadiyah Taiwan, semangat Al Maun berusaha diejawantahkan dengan semangat untuk terus menjadikan para PMI berdaya dan mandiri sepulangnya ke Indonesia. Muhammadiyah Taiwan berkeyakinan bahwa gerakan liberasi dan emansipasi daeri Al Maun salah satunya mewujud saat para PMI ini mampu melanjutkan hidupnya di Indonesia dengan lebih baik tanpa harus kembali ke Taiwan untuk bekerja sebagai PMI. Dengan mereka mampu berdaya dan mandiri di Indonesia, ini akan memberikan efek karambol bagi orang sekelilingnya. Sebagai contoh, saat seorang ibu tidak perlu lagi bekerja sebagai PMI dan bisa berdaya serta mandiri di daerah asalnya, maka aka nada anak-anak, suami, dan keluarga yang merasakan kasih sayang secara langsung dari seorang ibu dan istri. Ini akan berbeda saat seorang ibu harus pergi jauh bekerja di Taiwan dan tidak bisa mendampingi proses tumbuh kembang anak dan menjadi tempat yang paling nyaman bagi suami dan keluarganya.

Oleh karena itu, Muhammadiyah Taiwan berkeyakinan, menjadikan PMI Purna sebagai masyarakat yang berdaya dan mandiri adalah sebuah jalan baik dari sebuah gerakan dakwah yang terinspirasi dari semangat Al Maun.

Gerakan Dakwah Maya (Ad-Da’wah)

Secara geografis, Taiwan bukanlah negara yang berpulau-pulau dan terpisah-pisah seperti di Indonesia. Mayoritas masyarakatnya tinggal di kota-kota dan desa yang masih bisa diakses melalui transportasi darat yang sangat nyaman. Namun, sayangnya kemudahan ini tidak bisa dinikmati secara bebas [dalam artian lain] bagi para WNI yang menetap di Taiwan. Kultur kerja di Taiwan mensyaratkan profesionalitas bekerja, yang artinya jam kerja di Taiwan sangat strik dan ketat. Banyak para PMI dan mahasiswa yang baru bisa selo diatas jam 8 malam setiap harinya. Tentu ini menjadi tantang tersendiri bagi sebuah organisasi dakwah.

Sedari awal Muhammadiyah Taiwan hadir, selalu berusaha mensiasati kondisi ini dengan menghadirkan program-program dakwah melalui internet. Di masa-masa awal, dikenal KOMAT (Kajian Online Muhammadiyah Taiwan) yang senantiasa hadir tiap minggunya dengan berbagai narasumber yang kompeten. Kajian ini tidak mempertemukan antar personal. Tak jarang narasumber berasal dari Mesir, Russia, Turki, dan Indonesia sendiri. Sedangkan moderator/pembawa acara berada di Taiwan. Dan jamaah cukup mendengarkannya via radio streaming yang bisa diakses melalui handphone mereka masing-masing. Tanpa harus bersusah payah keluar dari rumah atau cuti kerja, para jamaah bisa tetap ngaji dari tempat mereka berada dengan cukup bermodalkan gadget dan koneksi internet. Inilah yang kemudian di patenkan oleh Muhammadiyah Taiwan sebagai ciri khas dakwahnya guna mensiasati kondisi yang ada disini.

Tak hanya itu, Muhammadiyah Taiwan pun selalu berusaha memberikan inovasi-inovasi dakwahnya melalui jaringan internet, seperti membuka Pesantren Virtual, Tadarus Online, hingga bimbingan membaca Al Quran secara online bagi para pemula. Keterbatasan kondisi yang ada tak lantas membatasi arah gerak dakwah Muhammadiyah Taiwan. Muhammadiyah Taiwan meyakini bahwa perkembangan zaman harus selalu dilihat dari segi positifnya dan berusaha menariknya dalam konteks gerakan dakwah, sehingga Muhammadiyah Taiwan mampu mengikuti perkembangan zaman dan memanfaatkannya sebagai senjata untuk mencapai misi dakwah Islam yang diemban oleh Muhammadiyah Taiwan.
 
Ilustrasi grafis metomonia gerakan Muhammadiyah di Taiwan
Trisula Muhammadiyah Taiwan
Dari trilogi Muhammadiyah Taiwan, kemudian diturunkan lagi menjadi sebuah trisula bagi gerakan dakwah Muhammadiyah Taiwan. Seperti namanya, trisula yang berarti sebuah senjata yang sakti, maka trisula ini merupakan senjata-senjata yang dimiliki oleh Muhammadiyah Taiwan guna mencapai tujuan akhir untuk mewujudkan misi dakwah Islam yang didasari semangat Al Maun. Masing-masing trisula dikelompokkan berdasarkan sifat gerakannya seperti yang sudah dijelaskan di poin sebelumnya. Trisula ini berwujud majelis dan lembaga dibawah naungan Muhammadiyah Taiwan.

Trisula ini masing-masing adalah
  • Gerakan Filantropi -->  Lembaga Amil Zakat Infaq dan Sodaqoh Muhammadiyah (LazisMu Taiwan), Lembaga Pengembangan Ranting, Ortom, dan AUM (LPROA)
  • Gerakan Pemberdayaan PMI -->  Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM), Majelis Pelayanan Sosial (MPS), Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU), Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO)
  • Gerakan Dakwah Maya -->  Lembaga Informasi Komunikasi dan Kerjasama Internasional (LIKKI), Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus (MTDK), Lembaga Hikmah Kebijakan Publik dan Advokasi (LHKPA), Majelis Pendidikan Kader (MPK).


Selain dari yang sudah disebutkan sebelumnya, trisula-trisula Muhammadiyah Taiwan juga mewujud dalam berbagai Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dan organisasi otonom (Ortom) yang dikembangkan di Taiwan yang jumlahnya tak kurang dari 7 AUM dan 2 Ortom. Keberadaan mereka ini semata-mata untuk menyokong dakwah Muhammadiyah Taiwan di berbagai bidang, baik ekonomi, social, budaya, dan lainnya. Adanya AUM, secara lebih spesifik, memberikan sokongan dalam hal ekonomi untuk berjalannya program-program dakwah yang dilakukan. Bagi Muhammadiyah Taiwan, ada dua hal yang menjadi kunci agar kegiatan dakwah Muhammadiyah Taiwan senantiasa hidup dan berjalan. Dua hal tersebut adalah amanah dan kemandirian. Dalam upaya menerapkan kemandirian ini, maka Muhammadiyah Taiwan berusaha membangun AUM nya sendiri untuk terus menyokong kegiatan dakwah tanpa membebani pihak lain. Sedangkan dalam hal amanah, Muhammadiyah Taiwan senantiasa berusaha memberikan keterbukaan, laporan, dan informasi terhadap amanah dari masyarakat yang dititipkan melalui Muhammadiyah Taiwan agar terbangun rasa saling percaya, aman, dan memberikan rasa nyaman bagi para pemberi amanah.

***

Waktu terus berlalu dan zamanpun senantiasa berganti. Akan selalu ada kader dan simpatisan yang datang dan pulang [ke Taiwan] silih berganti. Namun satu hal yang pasti dan tetap akan selalu  ada, bahwa Muhammadiyah Taiwan akan terus berusaha menyesuaikan gerakannya dengan zaman dan eranya tanpa harus menggeser semangat dasar yang dimilikinya. Muhammadiyah Taiwan lahir bukan karena sebuah paksaan, melainkan dari sebuah harapan agar mampu menjadi katalis bagi umat untuk mencapai ma’rifat sebagai muslim yang sebenar-benarnya.


Share:

0 comments