KULIAH [UNTUK] APA?
Baca Juga
Dalam
satu waktu, terdengar percakapan dari 2 orang mahasiswa HI yang nampaknya
sedang curhat masalah studinya.
“Bro, kayaknya aku salah jurusan deh
ngambil HI?”
“Kenapa?
Kok bilang seperti itu?”
“Coba
bayangkan, di Indonesia ini jurusan HI sudah banyak. Tiap semesternya ada
ribuan orang diwisuda dari jurusan HI seluruh Indonesia. Lowongan kerja sebagai
diplomat terbatas. Paling banter 100
orang formasi tiap pendaftaran CPNS yang dibuka 2 atau 3 tahun sekali. Itupun
yang biasanya lolos adalah yang nilai IELTS-nya sudah 7. Lalu bagaimana dengan
kita yang nilai IELTS-nya pas-pasan.
Bisa-bisa setelah wisuda kita akan mengikuti senior-senior kita yang lain,
kerja di Bank”
“Loh, emang salah ya kalau anak HI kerja
di Bank?”
“Bukan
begitu, setidaknya aku pengen merubah
image bahwa kalau anak HI tidak
melulu kerja di Bank kalau tidak jodoh di
Kemenlu. Paling banter bagi yang S2
kerja jadi dosen. Kok rasanya
lowongan kerja bagi anak HI ini seperti Lingkaran
Setan yang tidak pernah berubah”
“Kalau
gitu, jadi pengusaha saja. Banyak tuh
sekarang start-up yang tidak dibidani oleh orang yang sesuai bidang
keilmuannya”
“Susah
kalau itu, perlu modal besar”
“Ah, kamu mah mengeluh terus. Kuliah itu bukan untuk mencari kerja. Tapi
merubah cara berpikir”
***
Banyak
dari kita yang hingga saat ini masih galau
dengan jurusan kuliah yang diambil. Bagi yang dari awal memang sudah
membulatkan tekad untuk mengambil suatu jurusan tertentu, dan kebetulan
terwujud saat kuliah, maka dia akan sepenuh hati menjalani hari-harinya di
kampus tersebut. Namun bagi sebagian yang lain, yang tak pernah tau gambaran
dari jurusan yang kelak akan dia ambil, maka akan sangat sering merasa galau dengan jurusan yang telah ia
ambil. Ini hal yang lumrah dan sangat sering terjadi sejak dulu. Lantas,
bagaimana mengatasinya?
Sebelum
berbicara tentang solusi, kita harus diskusikan dulu tentang makna proses
belajar dari TK hingga perguruan tinggi. Bagi saya pribadi, proses belajar dari
saat kita kecil hingga dewasa adalah sebuah proses untuk merubah pola pikir.
Ini adalah suatu masa dimana hal-hal baru dipelajari secara sistematis untuk
membuka ruang-ruang pemahaman. Misalnya, saat TK kita hanya belajar bahwa
sebelum makan harus cuci tangan dulu. Saat itu mungkin saja kita berpikir,
untuk apa cuci tangan. Toh nyatanya
tangan kita bersih walau sehabis beraktifitas. Tapi saat SD atau SMP kita mulai
paham bahwa ada yang namanya kuman serta bakteri yang jumlahnya ribuan
bersarang di tangan kita setiap harinya. Jika tidak dicuci sebelum makan, maka bisa
aja kuman / bakteri tersebut ikut tertelan. Dan pada akhirnya menyebabkan
sakit.
Saat
kuliah, setiap jurusan pasti ada yang namanya mata kuliah metodologi
penelitian. Kadang kita sebal dengan mata kuliah tersebut yang materinya susah
dipahami. Bagi yang sudah suntuk
duluan, biasanya akan terbersit pikiran “untuk apa ada mata kuliah ini?
Nyatanya saat kerja nanti mata kuliah ini tidak akan terpakai, kecuali bagi
yang jadi dosen”.
Bila Kau Tak Tahan Lelahnya Belajar, Maka Kau Harus Tahan Menanggung Perihnya Kebodohan (Imam Syafi'i)
Eitssss…… tunggu dulu. Walaupun secara formal mata kuliah ini
tidak akan terpakai bagi mereka yang kerja di bidang lain, tapi sebenarnya ada
makna dan manfaat dibalik mengapa mata kuliah ini masih tetap ada hingga saat
ini. Selain sebagai alat untuk mengerjakan skripsi / tugas akhir nantinya, mata
kuliah ini sebenarnya secara tidak langsung memberikan pesan bahwa dalam
menyimpulkan sesuatu, atau saat menyampaikan suatu pendapat, maka jangan asal
bicara. Perlu ada tahapan-tahapan semacam verifikasi
data serta fakta-fakta yang ada. Sehingga pendapat atau kesimpulan yang
disampaikan tidak ngawur.
Coba
lihat fenomena di sekeliling kita saat ini. Terlampau banyak masyarakat,
politisi, pejabat, bahkan praktisi di berbagai bidang yang asal bicara dalam
menyampaikan pendapatnya di media. Tak jarang justru hoax yang disampaikan. Hanya sekedar terlihat ingin wah namun faktanya hanya pepesan kosong.
Disinilah sebenarnya salah satu alasan mengapa mata kuliah metodologi
penelitian harus ada. Memang tidak harus panjang prosesnya seperti dalam
penelitian tugas akhir kuliah, namun secara garis besar, tahapan-tahapan itu
yang harus tetap dipertahankan oleh siapapun dalam kehidupannya kelak. Agar
tidak dicap sebagai tong kosong nyaring
bunyinya.
***
Jika
boleh diibaratkan, maka proses belajar dari TK hingga perguruan tinggi adalah
seperti piramida terbalik. Semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang, maka
semakin luas pengetahuan yang ia dapat. Kalau kita masih memakai pola pikir
bahwa saya belajar A maka nanti A ini harus berguna secara saklek saat kerja dibidang A, maka artinya kita masih berpikir
dalam cakupan mikro. Padahal, bisa saja A ini nantinya akan berguna dalam
bidang X atau Y. Dalam hal ini, cara berpikir secara makro harus dikedepankan.
Kita
boleh saja berkuliah di jurusan apapun saat kuliah. Bahkan saat jenjang S1, S2,
hingga S3 tidak sama sekalipun. Jangan takut akan sebuah kata linieritas ilmu. Karena linieritas ilmu
itu hanya akan terpakai saat kita bekerja di institusi akademis. Selain dari
itu, semua jurusan adalah linier. Bagi saya pribadi, semua bidang ilmu yang ada
adalah linier, saling terkait. Dan tidak ada ilmu yang tidak terkait satu sama
lain.
Kuliah
itu adalah sebuah proses pendewasaan. Kuliah itu adalah sebuah proses untuk
memahami lebih dalam apa makna dari setiap takdir dalam kehidupan. Kuliah itu
adalah sebuah proses untuk menyingkap tabir pengetahuan yang belum dimiliki
oleh individu yang bersangkutan.
Memang
tidak ada yang menjamin bahwa pendewasaan itu disebabkan oleh proses
pendidikan. Banyak juga kejadian bahwa seseorang menjadi dewasa karena umurnya.
Namun satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah proses pendidikan itu membawa
serta lingkungan baru, wacana yang sistematis, serta media terukur dalam
membantu dan berpengaruh dalam proses pendewasaan itu sendiri.
Stay Hungry, Stay Foolish (Steve Jobs)
Jika
saja masih ada orang yang mengambil sebuah contoh Mark Zuckerberg atau Steve
Jobs sebagai alibi untuk berkeluh kesah mengapa mereka harus menempuh proses
pendidikan dari hingga jenjang tertinggi, maka orang tersebut kiranya perlu mandi junub agar cara berpikirnya lebih
jernih dan bersih.
Walau
kedua orang tersebut DO saat kuliah, tapi nyatanya mereka wisuda juga. Bahkan
pesan-pesan yang disampaikan saat mereka berpidato dalam acara wisudanya, tidak
sekalipun menyebut bahwa pendidikan itu tidak penting, kuliah itu tidak
penting. Semua yang mereka sampaikan erat kaitannya tentang proses pendidikan
dan implementasinya dalam kehidupan.
***
Kita
tidak pernah tahu kita akan menjadi apa nanti, atau akan jadi seperti apa
nantinya. Namun satu hal yang pasti bahwa tidak ada suatu proses kehidupan yang
tidak ada manfaatnya. Semua memiliki makna, tujuan, serta manfaatnya sendiri
jika kita mau berpikir.
Jika
saja saat ini kita berpikir kita salah jurusan, tidak belajar apa-apa, tidak
mendapat apa-apa, maka kiranya kita perlu merenungkan kembali takdir mengapa
kita harus ada. Ingatlah bahwa Allah tidak menciptakan manusia tanpa sebuah
alasan. Dan kita hadir di dunia, menjalani hari-hari yang ada, hingga berada
pada suatu titik saat ini, adalah karena sebuah perintah dan takdir Allah. Bagi
mereka yang percaya, takdir Allah adalah takdir terbaik yang pernah ada. Bisa
saja kita menyebut kita kecewa dengan kondisi saat ini. Namun siapa sangka
nantinya kita justru akan mensyukuri keadaan kita saat ini.
Setiap
manusia diwajibkan belajar dan melalui proses kehidupannya sembari belajar,
dari ia dilahirkan hingga masuk pada liang lahat kelak. Belajar itu tidak
sekedar apa yang Nampak bagus dan jelas saja. Kita bisa belajar dari hal yang
tidak pernah kita sukai sekalipun. Semuanya mengandung manfaat dalam upaya kita
terus mendewasakan diri kita menuju pribadi yang Qurrota a’yun.
Tags:
Pendidikan
6 comments
saya sendiri kuliah cuma satu tahun ambil program D1, jika saya kuliah lama mungkin saya akan lebih matang soal pendewasaan, ternyata dewasa lebih cepat prosesnya ketika memasuki dunia kerja (bagi saya pribadi)
BalasHapussaya kagum dengan akhwat yang kuliah tinggi2 tapi jadi IRT, lalu untuk apa kuliah. Dengan tegas dan percaya diri mereka menjawab saya adalah madrasah pertama bagi anak2 saya kelak untuk itu saya sekolah tinggi.
Keluarga adalah pendidikan pertama bagi anak. Tentu sebagai guru pertama, harus menyiapkan ilmunya sebaik mungkin.
HapusTidak perlu pusing dengan omongan bahwa kuliah tinggi-tinggi tapi akhirnya jadi IRT atau kerja di bidang yang berbeda. Karena kuliah itu bukan hanya sekedar untuk mencari kerja yang bagus, lebih dari itu, kuliah / pendidikan adalah cara untuk membentuk karakter serta pola pikir kita menjadi lebih baik.
Terkait ini, saya punya cerita menarik tentang bagaimana kisah 2 orang pedagang angkringan yang berbeda latarbelakang pendidikannya. Sila cek di salah satu tulisannya :)
Karena dengan kuliah kita belajar proses hidup yabg lebih tibggi lebih berilmu... Menemukan lingkungan berilmu InsyaAllah.... Menuntut ilmu samoai ke negeri cina...
BalasHapusDan menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap orang yang beriman
Hapusjadi ingat motivasi yang saya berikan kepada mahasiswa/i di sela sela waktu mengajar, salah satunya "harta materi dapat merubah pola hidup manusia sesaat, tetapi ilmu pengetahuan dapat merubah pola hidup manusia setiap saat". Kuliah untuk apa salah satu pertanyaan yang saya ajukan kepada mereka. Ada yang menjawabnya agar persyaratan dalam dunia kerja terpenuhi dan ada yang menjawab demi selembar ijazah. Satu hal yang sangat penting mengenai tujuan kuliah agar dapat merubah pola hidup menjadi lebih baik dari kemarin. Pengetahuan hasil proses berpikir manusia yang berakhir dengan kesimpulan. Dengan pengetahuan manusia menjalani gaya hidup yang beragam. Dengan memaparkan motivasi belajar dalam jangka waktu panjang alhamdulillah mereka lebih bersemangat belajarnya.
BalasHapusMantap mas.
HapusIlmu untuk amal :)