TOLERANSI ; FAKTA ATAU WACANA?

Baca Juga

Beberapa hari ini (dan beberapa hari kedepan), Indonesia diramaikan dengan isu demonstrasi menuntut penegakan hukum pada salah seorang pimpinan daerah yang diduga menistakan salah satu agama resmi di Indonesia. Persoalannya dimulai ketika si Kepala Daerah ini (entah sadar atau tidak), mencoba menyentil salah satu surat dan ayat dalam kitab suci agama tersebut. Akibat sentilan tersebut, banyak masyarakat yang merasa tersinggung karena kutipannya tersebut dirasa kurang pas dengan konteks kalimat yang diambil. Apalagi, si Kepala Daerah tersebut bukan pemeluk agama dari kitab suci yang ia kutip.

Saya tidak membahas persoalan itu lebih dalam. Sudah banyak para "ahli tafsir" dan "ahli hukum" serta "ahli intelejen" yang memberikan pendapatnya tentang kejadian itu. Satu hal yang menurut saya perlu kita refleksikan bersama [kembali] adalah sudahkah kita benar-benar menjadi bangsa yang toleran dan tenggang rasa seperti yang selalu kita baca dan pelajari [dulu] di pelajaran PPKn.

***

Sedikit bercerita tentang apa yang saya alami minggu lalu. Saat itu, seperti biasa, saya selalu mengundang teman-teman mahasiswa Indonesia ke kelas budaya Indonesia pada hari Jumat. Minggu lalu, giliran Mbak Asa yang mengisi. Beliau adalah mahasiswi asal Jogja yang sangat kental Jawanya. Beliau menceritakan tentang Jogja, dari mulai budayanya, hingga pariwisatanya. Salah satu hal yang ia ceritakan adalah Borobudur.

Borobudur merupakan candi sekaligus monumen Buddha terbesar di dunia. Ia adalah peninggalan dinasti syailendra yang berkuasa sekitar abad ke-8 masehi. Selain Borobudur, Mbk Asa juga memaparkan tentang Candi Prambanan di Jogja yang merupakan Candi Hindu serta beberap Candi lain yang ada di Jogja dan sekitarnya. Dari sinilah kemudian para mahasiswa tergelitik untuk bertanya.

"Pak, kenapa di Indonesia banyak terdapat candi? Bukankah candi itu untuk pemeluk agama Budha dan Hindu?"
"Pak, bukankah penduduk Indonesia itu mayoritas beragama Islam? Mengapa ada Candi di Indonesia? Berdasarkan referensi di internet, pemeluk agama Budha dan Hindu di Indonesia tidak sampai 30 %"

Saya senang dengan pertanyaan kritis mereka. Karena intuisi mereka dalam meraba Indonesia sangat tajam, hingga banyak memunculkan pertanyaan-pertanyaan kritis.

Untuk memulai rangkaian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kritis mereka ini, saya mencoba membawa mereka ke perjalanan sejarah Indonesia yang dimulai dari penyebaran agama Hindu dan Budha oleh para pendeta dan pedagang dari India. Saat itu, Islam [menurut sejarah, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-6 masehi] belum menjadi agama mayoritas. Saat itu Hindu dan Buddha terlebih dahulu masuk ke Indonesia pada abad ke-4. Dalam kurun waktu 6-8 abad lamanya, Hindu dan Buddha menjadi agama mayoritas penduduk Indonesia [nusantara]. Bahkan menjadi agama resmi beberapa kerajaan di Indonesia di masa lampau. Dalam periode ini, Hindu dan Buddha banyak meninggalkan candi sebagai tempag ziarah, serta pemujaan pada Sang Pencipta.
 
Salah satu patung Buddha di Museum National Palace, Chiayi Branch (Sumber : Dokumentasi Khoirul Amri)
Seiring berjalannya waktu, Islam mulai masuk ke Indonesia dan menyebar hingga menjadi agama yang mayoritas dipeluk oleh penduduknya. Sehingga, di Indonesia tidak hanya masjid atau surau saja yang banyak, namun juga candi, maupun gereja. Mengingat panjangnya sejarah perjalanan agama-agama di Indonesia.

"Lalu, apakah dengan banyaknya simbol-simbol agama seperti ini, tidak menjadikan masalah antar pemeluknya?"

Semakin siang nampaknya semakin dalam pertanyaan mereka.

Di Indonesia, sejarah yang panjang menjadikan para pemeluknya lebih toleran dan tenggang rasa. Sebagai contoh adalah bagaimana Sunan Kalijaga menyebarkan Islam di masa kerajaan Hindu - Budha. Beliau tidak lantas membumihanguskan candi dan stupa maupun simbol-simbol lainnya. Beliau mensyiarkan Islam dengan lebih arif tanpa melukai perasaan masyarakat yang kala itu masih banyak yang memeluk agama Hindu dan Budha. Hingga akhirnya Islam mampu diterima oleh masyarakat.

Lain cerita dengan Kiai Dahlan. Kala itu Islam sudah menjadi agama mayoritas di nusantara. Namun bercampurnya keyakinan animisme, dinamisme, Hindu, Budha, dan Islam dalam sebuah ritualnya, menjadikan Kiai Dahlan bertekad untuk melakukan purifikasi Islam, tanpa harus melukai maupun menjadikan masyarakat yang masih melakukan pembauran kepercayaan tersebut dalam terminologi kafir. Ia merangkulnya dalam bingkai kearifan dan kesantunan. Dari contoh-contoh tersebut serta perjalanan panjang sejarahnya menjadikan masyarakat Indonesia bangsa yang toleran antar pemeluk agamanya.

***
Indonesia itu bukan negara satu agama, bukan pula negara tanpa agama. Indonesia terbentuk dari cerita panjang masyarakatnya yang bermuara pada keyakinan bahwa ada satu Dzat yang kekal yang menciptakan semua yang ada di dunia. Walaupun kemudian, keyakinan ini ditafsirkan menjadi agama-agama berbeda, namun tidak lantas menjadikan para pemeluknya saling caci dan saling melenyapkan. Rasa persaudaraan antar manusia menjadikan masyarakat Indonesia lebih toleran dan tenggang rasa. Semua yang terjadi saat ini bukanlah sesuatu yang terjadi dengan tiba-tiba. Semuanya melewati tahapan panjang hingga terbentuk sistem masyarakat yang kita rasakan saat ini.

Tiap-tiap pemeluk agama, memiliki keyakinan masing-masing terhadap apa yang ia yakini. Tak perlu menghakimi, karena setiap agama sudah memiliki ayat-ayat yang menjelaskannya. Kita sebagai bangsa yang beradab, yang memiliki tradisi toleransi lebih panjang, tentu tidak mau terjerumus dalam jurang perpecahan yang justru banyak menghancurkan kebaikan yang sudah tercipta. Sudah banyak peradaban bangsa-bangsa di dunia yang ditenggelamkan oleh keabaian pada toleransi dan saling menghargai. Biarlah agama itu menjadi urusan masing-masing penganutnya. Tak perlu kita saling mencampuri urusan agama lain. Cukuplah kita menegakkan agama kita masing-masing dengan cara yang arif, santun, dan bijaksana.

Share:

4 komentar

  1. Semoga kedepannya
    toleransi kembali hidup, karena dewasa ini indonesia semakin banyak problematika.
    Semoga semua kesalahpahaman yang terjadi tidak menimbulkan perpecahan. Karena kita semua saudara.

    BalasHapus
  2. Sedih sekarang ini kok makin banyak orang yg ga toleran dengan agama lain ya mas. Pembubaran misa, pelarangan dibangun gereja dll.. Ntah kemana orang2 yg dulu rukun, mau menghormati agama lain, dan ga memaksakan agamanya yg paling bener :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Toleransi saat ini hanya menjadi wacana pemanis buku saja, paling maksimal hanya menjadi topik diskusi. Namun implementasinya tidak ada. Rasa toleransi bisa jadi telah terkikis dari masyarakat kita akibat perubahan "iklim" dalam paradigma beragama dan bermasyarakat.

      Hapus