HEHUANSHAN ; SALJU DIATAS AWAN
Baca Juga
Memasuki musim dingin, belum lengkap rasanya kalau tidak bertemu salju atau es. Apalagi di negara yang memiliki 4 musim, tentu bagi kita yang berasal dari negeri tropis, yang akan terbayang adalah salju. Nah, liburan musim dingin kali ini, saya bersama rekan-rekan mahasiswa Indonesia di Asia University mencoba menjelajah kawasan pegunungan Hehuanshan di wilayah Taiwan Tengah. Kami berangkat menggunakan bus sewaan dengan biaya NTD. 9800 untuk seharian penuh.
Agar keinginan untuk melihat salju dan es bisa tercapai, maka berangkat pagi wajib dilakukan. Kami sendiri berangkat pukul 05.30. Perjalanan menuju kawasan Hehuanshan memakan waktu sekitar 2,5 jam. Waktu 2,5 jam adalah hitungan normal untuk perjalanan ini, biasanya jika musim dingin tiba, macet adalah pemandangan disini. Maklum, semua orang berbondong-bondong pergi untuk melihat salju dan es.
Untuk yang ingin mendaki bukit-bukit di puncak Hehuanshan, disarankan untuk memakai jaket yang tebal, serta memakai sepatu khusus untuk mendaki. Sebagai informasi, karena permukaan tanah ditutupi oleh salju dan es, maka permukaan menjadi licin. Banyak dari rekan-rekan saya yang terpeleset karena tidak menggunakan sepatu berpola khusus untuk mendaki. Jangan karena terlalu euphoria karena melihat es dan salju, kita melupakan keselamatan diri.
Sebenarnya kawasan seperti ini banyak terdapat di Indonesia. Contohnya di Batu, Malang, atau di kawasan Dieng. Namun satu hal yang membedakannya adalah infrastruktur serta packaging nya. Di Taiwan, hal yang sederhana bisa dikemas menjadi sesuatu yang istimewa untuk dijual. Seandainya Indonesia mampu mengelola manajemen pariwisatanya, tentu akan banyak tempat-tempat wisata alternatif yang bisa ditawarkan kepada para turis.
Kembali lagi ke Cingjing Farm, seperti kebanyakan tempat wisata di Taiwan, disini ada juga food court yang menawarkan berbagai aneka makanan. Bagi yang muslim, tidak perlu khawatir, disini ada 1 rumah makan yang halal. Menurut pengakuannya beliau adalah muslim dari Myanmar. Satu hal yang membuat saya tercengang adalah rasa mienya. Tampilan dan rasanya sangat mirip dengan soto yang ada di Indonesia. Harganya pun tidak terlampau mahal, sekitar NTD 70. Namun cukup membuat lidah bergoyang mengobati rasa kangen masakan nusantara, walau aslinya ini adalah makanan Taiwan.
Selesai dari Cingjing Farm, perjalanan dilanjutkan ke Swiss Village. Disini kita bisa menikmati pemandangan bangunan-bangunan dengan gaya arsitektur eropa abad pertengahan. Kalau saya bilang, rumah-rumahnya mirip dengan kastil di film Harry Potter. Untuk masuk, pengunjung dikenakan biaya NTD 100. Bagi pasangan yang akan melakukan foto pernikahan, tempat ini cukup recomended untuk dijadikan spot photo.
Banyak hal yang bisa dipelajari dari manajemen pariwisatanya Taiwan. Mereka bisa mengemas sesuatu yang tidak bernilai menjadi sesuatu yang sangat istimewa. Indonesia yang "katanya" dianugerahi tanah surga, tentu lebih banyak memiliki potensi lokasi pariwisata. Namun pertanyaannya kemudian adalah maukah kita mengelola, mengemas, serta memasarkannya sebagai kekayaan hayati non mineral? Sustainability dalam manajemen pariwisata tentu mutlak dibutuhkan. Tidak ada salahnya kita belajar dari negara yang lebih muda dari Indonesia namun sudah sangat maju dalam hal pariwisatanya. Dan Taiwan adalah salah satunya.
Yuk Berwisata
dR.
* Koleksi photo milik pribadi. Lebih banyak photo ada di sini
Tags:
Formosa
0 comments