PADA AKHIRNYA, SEPI YANG MENJADI TEMAN
Baca Juga
Kita mulai dari sunyi.
Sebelum cahaya, sebelum suara, kita sudah lebih dulu mengenal diam. Di dalam rahim yang gelap, dalam kesendirian yang hangat, kita ada sebelum ada. Tak ada nama, tak ada wajah—hanya denyut dan desiran darah ibu yang menemani.
Kitab suci mengingatkan bahwa manusia diciptakan dari saripati tanah, lalu menjadi setetes mani yang disimpan di tempat yang kokoh. Itulah kesunyian pertama kita. Sebelum nafas, sebelum tangis, sebelum segala keramaian hidup dimulai.
Lalu kita lahir, dan dunia pun berteriak menyambut.
![]() |
Ilustrasi (Foto : GeneratedAI) |
Tawa, tangis, panggilan nama, gemuruh pasar, deru mesin, lagu-lagu cinta, gema adzan—semua memenuhi hari-hari kita. Kita lupa bahwa sunyi pernah menjadi rumah kita. Kita sibuk mengikat diri pada orang-orang, pada benda-benda, seolah mereka akan selamanya ada.
Tapi waktu bergerak.
Peluk ibu yang dulu hangat, kini tinggal kenangan. Suara ayah yang dulu membimbing, sekarang hanya bisikan dalam ingatan. Teman-teman sebaya satu per satu menghilang, ada yang pergi lebih dulu, ada yang tinggal hanya dalam foto yang memudar.
Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Itulah janji yang tak bisa ditawar. Dan ketika saatnya tiba, kita akan dikembalikan kepada-Nya—sendirian, seperti saat pertama kali diciptakan.
Keramaian itu perlahan menipis.
Anak-anak tumbuh, punya dunia mereka sendiri. Suara hiruk-pikuk kehidupan mulai redup. Tiba-tiba kita duduk di sore yang sunyi, menyadari bahwa hidup ini seperti lingkaran: kita datang sendiri, dan akan pergi sendiri.
Di akhir, yang tersisa hanyalah kita dan sepi.
Seperti dulu, di dalam kandungan.
Seperti nanti, di dalam tanah.
Kita datang sendirian, dan kita akan pergi dengan cara yang sama—meninggalkan segala yang pernah dikumpulkan, menghadap Sang Pencipta dengan hanya membawa amal dan dosa kita sendiri.
Maka sebelum sepi itu tiba, sebelum kita kembali kepada-Nya dalam kesendirian yang tak terelakkan...
Ingatlah bahwa sunyi adalah pengingat terakhir:
Kita bukan milik dunia.
Kita milik-Nya.
Dan kepada-Nya kita kembali.
0 comments