SAAT AMAL USAHA BERUBAH MENJADI BADAN USAHA
Baca Juga
Muhammadiyah
didirikan dengan semangat kemajuan, berkemajuan, dan memajukan umat Islam.
Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi lahir atas sebagai jawaban atas kondisi
masyarakat dan umat Islam yang saat itu berada dalam era penjajahan. Walaupun
Muhammadiyah berada dalam satu era dengan Boedi Oetomo dan Syarikat Islam,
namun garis perjuangan Muhammadiyah berbeda dari keduanya. Ketika penjajah kolonial berusaha melakukan pembodohan
dan membiarkan kebodohan tersebut subur, KH Ahmad Dahlan sebagai pendiri
Muhammadiyah melakukan perlawanan melalui gerakan kebudayaan.
Gerakan kebudayaan
yang diambil oleh Muhammadiyah lantas diaktualisasikan melalui pendidikan dan
kesehatan, 2 bidang yang belum banyak diambil oleh pergerakan lain saat itu.
Ini adalah bahasa politik KH Ahmad
Dahlan untuk melawan penjajah. Bila Boedi Oetomo, Syarikat Islam melakukan
perlawanan konfrontasi, KH Ahmad Dahlan memilih jalan pembebasan yang memajukan.
Upaya yang ditempuh yakni dengan mempersiapkan watak berkemajuan untuk setiap
anak bangsa yakni melalui pendidikan dan kesehatan. Melalui jalur itu KH Ahmad
Dahlan sedang melakukan perlawanan politik untuk mendorong umat Islam Indonesia
keluar dari jerat penjajahan
Di Muhammadiyah,
bidang pendidikan dan kesehatan ini diwujudkan dengan membuka sekolah-sekolah
Muhammadiyah dan klinik-klinik kesehatan dengan harapan bisa membantu
masyarakat dan umat untuk mendapatkan pendidikan dan mencerdaskan masyarakat
serta menjadi penolong bagi kesehatan masyarakat. Sejak awal berdirinya,
Muhammadiyah sudah concern untuk
membangun unit-unit pendidikan dan kesehatan sebagai simpul perjuangan
Muhammadiyah di masa colonial. Saat itu belum dikenal istilah “Amal Usaha
Muhammadiyah”. Namun sebenarnya konsep AUM ini sudah lahir sejak Muhammadiyah
pertama kali didirikan. Walaupun berbeda istilah saja.
Baru pada medio
tahun 1950an, istilah Amal Usaha Muhammadiyah mulai disebut dalam dokumen resmi
Muhammadiyah, saat Ki Bagus Hadikusumo membuat muqadimah Anggaran dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah. Hal tersebut sebagaimana
termaktub juga dalam Pasal 7 ayat 1 dan 2 AD Muhammadiyah: “Untuk mencapai maksud dan tujuannya, Muhammadiyah melaksanakan Dakwah
Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dan Tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala
bidang kehidupan. Usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha,
program, dan kegiatan yang macam dan penyelenggaraannya diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga”.
Jelas bahwa amal usaha di sini sebagai wujud dari
pelaksanaan gerakan dakwah Muhammadiyah dalam bidang-bidang kehidupan agar
manfaatnya dapat langsung dirasakan masyarakat. Di samping itu amal usaha
berfungsi untuk membimbing masyarakat ke arah perbaikan kehidupan sesuai dengan
tuntunan Islam dalam bentuk kerja nyata, dan sebagai wadah atau sarana
peribadatan bagi warga Muhammadiyah. Perkembangan amal usaha Muhammadiyah
secara kuantitas menunjukkan angka yang spektakuler. Dalam bidang pendidikan,
hingga tahun 2015 Muhammadiyah memiliki 4.623 Taman Kanak-kanak dan Taman
Pendidikan Al Qur’an, 71 Sekolah Luar Biasa, 2.252 Sekolah Dasar dan Madrasah
Diniyah/Ibtidaiyyah, 1.111 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP dan MTs), 1.291 SLTA (SMU, MA, SMK) dan Sekolah Kejuruan, serta 67 Pondok Pesantren.
Dalam bidang pendidikan tinggi, sampai tahun 2015,
Muhammadiyah memiliki 176 perguruan tinggi yang terdiri dari Sekolah Tinggi, Akademi, dan Politeknik. Dalam bidang kesehatan, hingga tahun 2015 Muhammadiyah
memiliki 2.119 unit yang terdiri dari Rumah Sakit Umum (RSU), Rumah Sakit Bersalin, Rumah Sakit
Bersalin, Balai Kesehatan Ibu dan Anak, Balai Pengobatan, Poliklinik,
Balkesmas, dan layanan kesehatan lain. Lalu, dalam bidang kesejahteraan
sosial, hingga tahun 2015 Muhammadiyah telah memiliki 318 unita yang terdiri atas panti asuhan yatim, panti jompo, Bakesos, santunan keluarga, panti wreda/manula, panti cacat netra, santunan kematian, serta BPKM. Dalam bidang ekonomi,
hingga tahun 2015 Memiliki 762 Bank Kredit Rakyat Syariah (Lebih lengkap, silahkan lihat grafik diatas).
***
Jumlah amal usaha yang tidak sedikit tersebut berawal
dari hibah dan waqaf kader atau anggota kepada persyarikatan. Sehingga tidak
ada satu pun amal usaha yang menjadi milik atau atas nama pribadi. Hal ini
diperkuat oleh pernyataan KH. AR. Fachruddin (2009): “Setiap Cabang Muhammadiyah yang ingin langsung dan kekal hidupnya wajib
berusaha memiliki sekurang-kurangnya satu hektar tanah dan sawah yang dapat
mengetam dua kali setahun. Kumpulkanlah uang untuk itu. Asalkan sungguhsungguh
insyaAllah pasti dapat. Kalau mendirikan Taman Kanak-kanak Bustanul Athfal
tambahkan lagi satu hektar tanah sawah. Kalau mendirikan Sekolah Dasar
Muhammadiyah, tambahlah lagi sekurang-kurangnya dua hektar lagi tanah sawah. Setiap
bangunan yang memerlukan biaya pemeliharaan, wajib Saudara usahakan wakaf tanah
sawah, atau tanah kebun dengan tanaman kerasnya yang dalam setiap tahun
menghasilkan. Janganlah Cabang Muhammadiyah mendirikan bangunanbangunan hanya
mengharapkan bantuan Pemerintah. Dari itu gembira-kanlah anggotaanggota Muhammadiyah
agar suka beramal, suka berderma, suka beramal jariyah, suka berwakaf.
InsyaAllah Cabang di tempat Saudara akan diberi berkah langsung oleh Allah SWT”.
Jika diperhatikan lebih dalam apa yang dinyatakan oleh
KH. AR Fachruddin di atas terlihat suatu pola yang dipakai untuk mendorong
pengembangan amal usaha yang profit oriented guna mendukung amal usaha yang
non-profit. Dari pola ini sangat memungkinkan bahkan menjadi suatu keharusan
bagi Muhammadiyah untuk mengelola amal usahanya dengan sebaik baik mungkin.
Amal Usaha Muhammadiyah itu sendiri sebenarnya adalah
salah satu usaha dari usaha dan media dakwah Persyarikatan untuk mencapai
maksud dan tujuan Persyarikatan, yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Oleh karena itu
semua bentuk kegiatan amal usaha Muhammadiyah harus mengarah kepada
terlaksananya maksud dan tujuan itu dan seluruh pimpinan serta pengelola amal
usaha berkewajiban untuk melaksanakan misi utama Muhammadiyah dengan sebaik-baiknya
sebagai misi dakwah.
***
Beberapa tahun terakhir, di Muhammadiyah mulai
familiar dengan istilah Badan Usaha Milik Muhammadiyah atau disingkat BUMM.
Istilah ini digulirkan untuk menyebut beberapa usaha Muhammadiyah yang murni
mencari keuntungan / profit oriented
agar bisa dipisahkan dengan kegiatan lainnya yang sifatnya non-profit.
Sebenarnya sah-sah saja untuk membuat istilah itu, karena memang jika ditilik
dari pengertiannya, Badan Usaha merupakan sebuah lembaga resmi berbadan hukum
yang menaungi dan menjalankan unit-unit usahanya. Sehingga bisa dikatakan
Muhammadiyah itu sendiri sebenarnya adalah sebuah badan usaha.
Dalam pandangan pribadi saya, Badan Usaha orientasi
akan keuntungannya lebih menjadi prioritas dan semata-semata semuanya dilakukan
hanya untuk mengejar profit. Ini tentunya berbeda dengan apa yang selama ini
dijalankan oleh Muhammadiyah melalui Amal Usahanya. Walaupun mindset yang dibangun adalah
profesionalisme dan profit oriented,
namun keberadaan AUM tidak bisa dilepaskan dari misi awal berdirinya
Muhammadiyah sebagai gerakan untuk memajukan umat, sehingga profesionalisme
disini tidak lantas menjadikan materi dan profit sebagai diatas segala-galanya,
walaupun disebutkan juga bahwa profit
oriented juga menjadi acuan AUM. Namun yang perlu digarisbawahi adalah profit oriented disini juga untuk
menghidupkan AUM yang non-profit.
Saat penamaan unit usaha Muhammadiyah sebagai Badan
Usaha, maka secara psikologis keuntungan adalah target utama yang dikejar.
Namun saat unit-unit usaha Muhammadiyah dinamai sebagai Amal Usaha, maka
penekanan pada kata “Amal” perlu menjadi orientasi diatas segala-galanya.
Lantas mengapa ini penting untuk didiskusikan?
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, salah satu AUM tertua yang dimiliki oleh Muhammdiyah (Sumber : Istimewa) |
Ketika paradigma “Amal” dijadikan dasar untuk
menjalankan unit usaha, maka kegiatan yang dijalankan diharapkan akan menjadi
ladang dakwah membantu masyarakat miskin, kaum
papa, terpinggirkan, serta tidak mampu. Kaum ini yang diharapkan mampu
diakomodir oleh unit-unit usaha yang ada di Muhammadiyah. Sebagai contoh, Rumah
Sakit – rumah sakit milik Muhammadiyah bisa membantu memberikan pengobatan
murah bahkan gratis bagi masyarakat yang tidak mampu. Sekolah-sekolah dan
perguruan tinggi Muhammadiyah menerima mahasiswa dari kalangan tidak mampu
tanpa harus dibebani dengan sumbangan-sumbangan serta SPP yang kini semakin
mahal.
Mungkin ada juga sebagian masyarakat yang menganggap
bahwa adanya unit usaha Muhammadiyah yang pure
berorientasi profit dijadikan sebagai subsidi silang, bisa jadi ini ada
benarnya. Namun pertanyaan berikutnya adalah seberapa besar subsidi yang bisa
diberikan untuk itu?
Adanya Muhammadiyah, perlu dipertegas lagi, bahwa
semata-mata untuk membantu masyarakat. Ini artinya apapun unit usahanya, harus
ditegaskan bahwa mereka harus bisa membantu masyarakat. Jangan sampai ada ujaran dari masyarakat yang menyebut
bahwa Amal Usaha Muhammadiyah saat ini sudah tidak lagi mementingkan amal,
karena semuanya berorientasi profit semata. Akan sangat menyakitkan jika ujaran
ini sampai muncul di masyarakat.
Profesionalisme dan orientasi keuntungan itu penting.
Namun tidak lantas melupakan amal sebagai “ruh” Muhammadiyah. Jika dibandingkan
dalam hal kebermanfaatan, mungkin saja 3 unit usaha Muhammadiyah yang pure mencari untung bisa mendapat
keuntungan miliaran rupiah. Dari miliaran rupiah lantas disalurkan ke lembaga
non profit lainnya atau ke pemberdayaan masyarakat. Bisa jadi ini akan Nampak
besar secara nominal rupiah yang didapat dan disalurkan. Namun apakah
manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat?
Ini berbeda saat misalkan ada klinik klinik
Muhammadiyah didirikan di tengah masyarakat lalu memberikan layanan kesehatan
dengan tariff murah dan terjangkau. Maka bisa jadi nominal yang didapat akan
lebih kecil, namun manfaat keberadaannya akan lebih terasa oleh masyarakat
secara langsung. Inilah yang menjadi
titik penolakan dari pemaknaan Amal Usaha menjadi Badan Usaha.
***
Terlepas dari diskursus kedua istilah tersebut, yang pasti
bahwa mendirikan unit usaha sebagai sebuah Amal
Usaha penting untuk dilakukan guna membantu masyarakat. Namun menjaga
eksistensi Amal Usaha tersebut juga
sangat penting karena bagaimanapun sesudah kata amal, ada kata “usaha” yang
mengikuti dibelakangnya. Bisa saja Muhammadiyah total membuat unit-unit usaha
yang berorientasi non profit, namun pastinya ini akan sedikit rancu ketika unit-unit usaha ini juga
membutuhkan asupan materi guna operasionalnya.
Yang jelas Muhammadiyah perlu untuk tetap melestarikan
dan terus membangun amal-amal melalui unit-unit usahanya, agar cita-cita untuk
menjadikan masyarakat dan umat Islam sebagai umat yang maju dan berkemajuan
bisa tercapai.
---------------------
Sumber Bacaan :
Fachruddin, A. R. 2009.
Mengenal dan menjadi Muhammadiyah . Malang: Umm Press
Hafni, D. A, Harventy, G. 2008. Membingkai Good Corporate
Governance Amal Usaha Muhammadiyah dalam Kerangka Amanah. Jurnal Akuntasi dan
Bisnis
Mustafa Kemal Pasha dan
A. Adaby Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, Yogyakarta:
Citra Kasa Mandiri, 2005
Mh. Djaldan
Badawi, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah 1912-1985,
Yogyakarta: Sekertatiat P.P. Muhammadiyah, 1998
Manhaj Gerakan
Muhammadiyah, Idiologi, Khittah dan Langkah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah dan
Majelis Pendidikan Kader P.P Muhammadiyah, 2010
Tags:
Persyarikatan
0 comments