MUHAMMADIYAH DAN HOAX
Baca Juga
Beberapa hari terakhir, media-media di Indonesia
dipenuhi oleh berita tentang penangkapan kelompok yang sering menebar kebencian
di internet. Kelompok ini dikenal dengan nama Saracen. Modus dari kelompok-kelompok seperti ini adalah dengan menawarkan jasa
menebar berita bohong atau yang lazim dikenal dengan istilah Hoax, serta menghasut, dan menebar isu
SARA di media social. Apa yang kelompok ini lakukan sebenarnya adalah evolusi dari jenis kejahatan yang sama
yang sudah jamak terjadi. Bedanya, kejahatan mereka disuburkan oleh semakin
berkembangnya teknologi media social yang ada, sehingga pekerjaan mereka semakin dimudahkan. Jauh sebelum kelompok-kelompok seperti ini terungkap, serta jauh sebelum media social semaju saat ini,
kelompok-kelompok seperti ini sebenarnya sudah marak di Indonesia, terutama
saat menjelang kampanye pemilu. Masih ingat dengan koran Obor Rakyat? Atau broadcast-broadcast
BBM saat tahun 2009 - 2014? Atau
bulletin-buletin yang banyak disebar di jalan dan ditempel di dinding tempat
public. Modus yang dilakukan sebenarnya mirip. Intinya menyebar fitnah dan
menggiring opini public kepada satu isu yang dikehendaki.
Sumber : Dari Sini |
Dalam pembelajaran kelas ilmu politik, ada satu sub bahasan yang focus membahas tentang
kampanye politik dan metodenya, salah satunya adalah melalui propaganda.
Propaganda sendiri memiliki banyak cara, salah satunya adalah melalui media
cetak, elektronik, maupun media social. Sebenarnya sah-sah saja melakukan
propaganda, asal tidak merugikan pihak lain dan memfitnah serta melanggar aturan yang ada.
Lalu apa kaitannya bahasan ini dengan judul tulisan
diatas?
Seminggu ini Muhammadiyah
banyak dikait-kaitkan dengan kelompok ini, terutama salah satu warganya yang
aktif menggunakan media social, yaitu Mustofa Nahrawardaya. Mustofa adalah satu
dari sekian banyak pengguna aktif media social yang memiliki banyak follower. Sehingga cuitan / postingan-nya akan berdampak dan cukup
banyak direspon di media social.
Kalau saya tidak salah ingat, sekitar awal januari
2017, melalui akun twitternya yang baru (@NetizenTofa) memberitahu bahwa akun
twitternya yang sebelumnya (@MustofaNahra) diambil alih oleh orang lain. Bahasa
kerennya adalah di hack orang.
Alhasil dia tidak bisa mengakses akun twitternya tersebut. Dan beberapa waktu terakhir, si Mustofa juga sudah memberikan klarifikasi serta kronologi hilangnya akun tersebut di media cetak, elektronik, dan media sosial.
Sampai pertengahan agustus 2017, akun yang telah
dicuri ini sebenarnya tidak membuat gaduh
atau membuat masalah, namun belakangan, entah kenapa seiiring ditangkapnya
kelompok penebar fitnah dan HOAX, akun ini kembali aktif dan membuat gaduh
disana sini, terutama menyasar Muhammadiyah
sebagai organisasi yang diafiliasi oleh Mustofa. Disana disebut bahwa Mustofa
adalah bagian dari kelompok ini dan Muhammadiyah mengamini tindakan dari
Mustofa ini. Bagi saya sendiri, cuitan dari akun yang telah dicuri itu kiranya hanya
seperti pepesan kosong dari orang
yang ngelindur di malam hari.
Mengapa? Karena bagi saya pribadi, ada banyak alasan mengapa saya harus menolak
cuitan tak bertuan ini.
Hoax Adalah Antiklimaks Ajaran Islam
Muhammadiyah sebagai
organisasi Islam yang mengambil semangat dakwah amar ma’ruf nahi munkar senantiasa berpedoman pada Alquran dan
Assunnah dalam setiap tindak tanduknya.
Salah satu hal yang sangat dihindari oleh warga Muhammadiyah adalah menjadi
munafik, menebar fitnah, dan menyangkakan tanpa bukti. Islam mengajarkan bahwa tidak
akan masuk syurga orang yang suka menebar fitnah, suka menghasut, apalagi
menjadi munafik.
“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah . Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” Q.S. 2 : 217
Alquran sebagai pedoman dasar umat Islam, sudah sangat
gamblang menyebut bahwa fitnah dan berkata tidak benar adalah perbuatan yang
harus dihindari, karena ia membawa pelakunya pada dalamnya api neraka. Bagi
mereka yang beriman, neraka adalah tempat yang tidak pernah ingin ditinggali.
Hoax sendiri adalah kabar bohong dan cenderung
memfitnah pihak-pihak tertentu. Jadi, Muhammadiyah sebagai organisasi Islam
yang menjadikan Alquran sebagai dasarnya, apakah masih relevan dituduh sebagai
pihak yang mendukung, menyebarkan, dan melakukan Hoax?
Seandainya ada yang mengatakan bahwa “itukan ajaran
Islam, dan yang dipedomani oleh Muhammadiyah secara organisasi, akan beda
dengan orang perorang yang kita tidak tahu bagaimana tabiat dan sikapnya. Kita
juga tidak bisa menjamin bahwa setiap orang / warga Muhammadiyah mengetahui
tentang ajaran Islam seutuhnya”. Jika ada omongan seperti ini, maka bisa
dipastikan orang ini bukan warga Muhammadiyah, atau malah belum pernah bergaul
dengan orang-orang Muhammadiyah.
Sumber : Dari Sini |
Di Muhammadiyah, kuantitas bukanlah tujuan yang utama
dalam merekrut keanggotannya. Di Muhammadiyah, kami diajarkan bahwa menjadi
pribadi muslim yang berkualitas sesuai tuntunan agama adalah prioritas utama.
Banyak program-program yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah yang jauh dari niat
mengumpulkan anggota semata, tapi lebih pada membangun keimanan, ketakwaan, dan
karakter warganya menjadi pribadi muslim yang unggul dan berkemajuan. Dari apa
yang dilakukan Muhammadiyah selama ini, kok
agak janggal rasanya jika menuduh warga Muhammadiyah suka dan gemar
melakukan penyebaran hoax, fitnah,
maupun menghasut. Ini adalah sifat yang amat
sangat dijauhi oleh Muhammadiyah karena bertentangan dengan pokok-pokok
ajaran Islam
Bukan Ideologi
Pasar
Seperti yang banyak diberitakan di media,
kelompok-kelompok penebar fitnah dan hoax ini bermotifkan materi. Mereka
menetapkan tarif-tarif khusus kepada para pemesan product kegiatan mereka ini. Nominalnya tidak besar menurut saya,
berkisar puluhan juta (jika dibandingkan efek yang mereka timbulkan dari
penyebaran fitnah dan hoax ini). Dalam pengakuannya di beberapa media, pemimpin
jaringan kelompok ini mengaku tidak pandang bulu kepada siapa saja pemesan product mereka, asal mau membayar,
mereka akan lakukan. Kalau dalam film-film box
office, mereka ini mirip-mirip dengan pembunuh bayaran atau tentara sewaan.
Di salah satu cuitan
yang beredar, dituduhkan bahwa Muhammadiyah membentuk semacam cyber troops seperti kelompok-kelompok
ini. Bahkan ada yang menautkan bahwa Muhammadiyah terlibat dalam kelompok-kelompo penebar Hoax. Saya makin janggal dengan
cuitan semacam ini, mengapa? Karena di Muhammadiyah, materi bukanlah sesuatu
yang prioritas. Di Muhammadiyah, kader dan warganya diajarkan untuk ikhlas dan
semata-mata hanya mengharap ridho Allah swt. Kalau hanya sekedar mengharap puluhan juta dari aktifitas yang
jelas-jelas dilarang oleh Allah swt, saya rasa sangat tidak mungkin dilakukan
oleh Muhammadiyah yang sudah memiliki puluhan ribu amal usahanya yang tersebar
di seluruh Indonesia, bahkan hingga luar negeri.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Nabi Shallallahu ‘alihi wa sallam telah bersabda,”Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, juga tidak kepada harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian”
Ideologi pasar yang dijadikan motif oleh
kelompok-kelompok ini dalam aktifitasnya, sangat bertentangan dengan apa yang
dipedomani oleh Muhammadiyah dan seluruh warganya. Kalau saya boleh sedikit
bercerita, di Muhammadiyah, seorang pimpinan tidak pernah menerima gaji satu rupiah
pun dari jabatan yang mereka emban. Dari mulai level pusat hingga ranting.
Semua-semua dilakukan dengan ikhlas dan semata-mata mengharap ridho Allah swt. Jika
misalkan ideologi pasar adalah alasan
Muhammadiyah dan warganya bergerak, maka Muhammadiyah tidak akan bisa mencapai
umur lebih dari satu abad, pengajian-pengajian Muhamamdiyah dari mulai ranting
hingga pusat tidak akan diramaikan oleh jamaah, film Sang Pencerah yang
menceritakan kisah Kiai Dahlan tidak akan mencapai penonton hingga lebih dari 1
juta orang (Baca juga : Bukan
Sekedar Nonton Bareng), dan banyak lagi cerita-cerita yang menolak hipotesis dan tuduhan bahwa Muhammadiyah
dan warganya berideologi pasar.
Genit Terhadap Pemerintah / Kelompok Lain
Dalam satu cuitan yang lain, di umbar ada sebuah photo proposal yang diajukan kelompok-kelompok ini
kepada salah satu majelis yang ada di Muhammadiyah. Pertanyaan saya jika photo
ini benar, untuk apa Muhammadiyah menggandeng kelompok-kelompok ini?
Untuk menjatuhkan kelompok lain? Untuk mencari popularitas? Atau untuk
mengkritik pemerintah?
Muhammadiyah yang berdiri jauh sebelum Indonesia
memproklamirkan kemerdekaannya, telah terlibat dalam banyak aktifitasnya
mencapai Indonesia merdeka. Tak kurang-kurang lagi kader Muhammadiyah terlibat
dalam pergerakan mencapai kemerdekaan Indonesia, perjuangan mempertahankan
kemerdekaan Indonesia, dan mengisi kemerdekaan Indonesia. Bahkan hingga saat
ini, banyak kader-kader Muhammadiyah yang menempati pos-pos penting dalam pemerintahan.
Semua itu adalah sebuah ikhtiar untuk meng-hibah-kan kader
terbaiknya untuk bersama-sama membangun Indonesia. Jika hanya sekedar ingin mengkritik
pemerintah, Muhammadiyah tidak akan menggunakan cara-cara underground seperti yang mereka lakukan.
Muhammadiyah sudah sangat sering dimintai pendapatnya, kritiknya, dan
masukkannya langsung oleh pemimpin tertinggi Indonesia. Cara yang digunakan
oleh Muhammadiyah selalu elegan dan tidak memakai cara-cara murahan yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok seperti ini. Apalagi hanya sekedar mencari perhatian.
Bukan langgamnya Muhammadiyah
melakukan itu.
Lalu untuk genit
terhadap kelompok / organisasi lain, juga amat jauh dari tradisi yang
berkembang di Muhammadiyah. Banyak yang tidak suka dengan Muhammadiyah, namun
jauh lebih banyak orang/kelompok yang suka dan mendukung Muhammadiyah. Kalau
kemudian hanya dikecerutkan untuk berebut pengaruh terhadap kekuasaan, maupun
masyarakat, Muhammadiyah lagi-lagi tidak pernah mentradisikan itu. Seperti yang
sudah dijelaskan berulang-ulang, Muhammadiyah tidak perlu mencari-cari
perhatian, apalagi perhatian semu,
karena bagi Muhammadiyah lebih penting bekerja dan berbuat yang terbaik untuk
membangun masyarakat yang maju dan berperadaban sesuai dengan tuntunan Islam.
***
Dari semua jabaran diatas, kiranya jelaslah bahwa
Muhammadiyah dan warganya tidak pernah sedikitpun mau mendekati, apalagi ikut
ambil bagian dalam kelompok-kelompok tersebut. Bagi Muhammadiyah, bermedia social
adalah satu dari sekian banyak sarana untuk mendakwahkan Islam. Muhammadiyah memang tidak bisa mengontrol setiap giat dan perilaku warga dan kadernya. Namun satu
hal yang pasti, sebagai kader dan warga Muhammadiyah, kami diajarkan untuk
senantiasa bertindak dan berperilaku sesuai tuntunan Islam serta menghindari
hal-hal yang dilarang oleh Islam.
Jadi, masihkah percaya bahwa Muhammadiyah terlibat
dalam kelompok penebar HOAX?
Tags:
Persyarikatan
0 komentar