MOTIVASI MEMBANGUN BANGSA (Bag. 2)
Baca Juga
MEMBANGUN
BANGSA
Sebagai bagian dari suatu bangsa dan negara,
sudah seharusnya kita ikut membangun bangsa untuk menghasilkan peradaban maju
di semua bidang. Membangun bangsa artinya membangun karakter, etos kerja, dan
kualitas sumber daya manusianya sehingga menghasilkan pembangunan yang sinergis
yang tidak bertumpu pada satu titik saja.
Dalam Islam, dikenal istilah negeri
yang Baldatun Thayyibatun Warrabun Ghofur yang diambil dalam surat
Saba' ayat 15. Istilah ini merujuk pada sebuah negeri yang aman, damai, makmur
yang menjadi impian semua umat. Alquran menggambarkan negeri itu terwujud
menjadi negeri saba' dibawah kepemimpinan Raja Daud dan Nabi Sulaiman a.s.
Lantas apa yang menyebabkan negeri saba' yang terkenal itu disebut sebagai
negeri yang aman, damai, dan makmur?
Allah swt menyebutkan di dalam Alquran bahwa
masyarakat negeri saba' adalah masyarakat yang senantiasa bersyukur atas nikmat
yang diberikan. Bersyukur dan selalu mencukupkan apa yang telah Allah berikan.
Dengan sifat masyarakat yang seperti itu, Allah menurunkan rahmat-Nya kepada
masyarakat negeri Saba' Ini sesuai dengan firman Allah yang artinya "Allah
akan menambah nikmat terhadap hamba-hamba-Nya yang senantiasa bersyukur, dan
jika mereka mengingkarinya (kufur) maka azab Allah sangatlah pedih".
Sumber : Dari Sini |
Dalam khazanah bangsa Indonesia, kita
mengenal istilah Gemah Ripah Loh Jinawi Toto Tentrem Kerto Raharjo.
Istilah ini merujuk pada keadaan ideal yang diharapkan dapat tercipta di
Indonesia. Keadaan dimana masyarakatnya sejahtera, aman, damai, dan makmur yang
hidup harmonis bersama alam yang menjadi sahabat sekaligus sumber kehidupan
bagi masyarakatnya. Namun kondisi ideal tersebut tidak akan tercipta,
seandainya masyarakatnya justru mengedepankan ego pribadi / golongan semata
dalam usahanya membangun bangsa.
Saat kita berbicara membangun bangsa,
tentunya kita tidak bisa melepaskan skup terkecil dari bangsa itu sendiri,
yaitu lingkungan dimana kita tinggal. Suatu perubahan besar akan selalu dimulai
dengan perubahan kecil. Sehingga, saat kita berbicara tentang membangun bangsa,
kita juga harus mengubah lingkungan di sekitar kita menjadi lebih baik lagi.
Dalam beberapa kesempatan, saya mendapati
cerita dari mahasiswa bahwa ada pengajar yang menjalankan kewajibannya secara angin-anginan.
Saat dia seharusnya mengajar 2 jam, ternyata baru 1 jam kelas sudah dihentikan.
Belum lagi, dalam satu semester yang seharusnya ada 17 kali pertemuan, namun
kenyataannya maksimal hanya 10 kali pertemuan. Lebih banyak dinas luarnya kalau
kata mahasiswa. Coba kita bayangkan jika banyak pengajar yang memiliki perilaku
seperti ini. Bisa jadi banyak sarjana-sarjana muda yang nantinya tidak tahu
sama sekali tentang ilmu/jurusan yang ia ambil, akibat dari perilaku
pengajarnya yang sepenake dewe dalam bekerja.
Lain pengajar, lain pula pedagang. Beberapa
kali saya main ke pantai di dekat rumah. Ada banyak pedagang yang berjualan di
kawasan yang dilarang untuk berjualan. Belum lagi kebiasaan buang sampah plastic
sembarangan, Kalau setiap pedagang di pantai tersebut memiliki kebiasaan
seperti itu, saya kok ragu pantai itu akan bertahan menjadi tujuan wisata.
Bagi mereka yang punya motivasi mengubah
keadaan negeri ini menjadi lebih baik, fardhu ‘ain hukumnya untuk mengubah
kondisi-kondisi seperti yang diceritakan diatas. Kita tidak perlu bicara jauh-jauh
hingga ke level nasional, atau bahkan internasional jika PR membangun peradaban
masyarakat di sekitar kita saja masih banyak.
Lalu apa yang bisa dilakukan?
Islam mengajarkan bahwa saat terjadi kemungkaran,
maka kita punya 3 opsi untuk dilakukan. Rubahlah di tangan/tindakanmu, rubahlah
dengan ucapan/lisanmu, atau rubahlah dengan niatmu. Mengubah kondisi yang ada
memang tidak semudah menteorikan dan mengucapkannya. Istilah anak zaman
sekarang, tidak semudah membalikkan tangan. Memang tidak mudah, tapi bukan
tidak mungkin. Tentu sebagai muslim, kita percaya bahwa setiap niat baik Karena
Allah semata, maka InshaAllah akan dibukakan jalan untuk mewujudkannya. Dan
Allah sudah banyak menceritakan kisah-kisah orang terdahulu yang bagaimana
rusaknya suatu kondisi masyarakatnya, dengan kuasa Allah maka berubah kondisi
tersebut menjadi lebih baik
Misal dengan kondisi yang saya ceritakan
diatas, bagi mereka yang benar-benar memiliki motivasi dan niat untuk merubah
keadaan menjadi lebih baik, rubah dengan tindakan, seperti memberitahu dan
menasehati. Jika merasa takut dengan tindakan dan ucapan, maka rubahlah dengan
niat yang diwujudkan untuk memberi contoh. Misalkan kita usahakan menjaga idealism
untuk menunaikan kewajiban semaksimal mungkin, tidak malah mengikuti arus yang
ada. Saya kok punya keyakinan bahwa selama masih ada satu orang saja yang
berbuat baik / memberikan keteladanan yang baik, maka yang tidak baik itu lama-lama
akan terkikis. Ibarat batu, kalau tiap hari dipanasi dan dihujani, lama-lama
akan lapuk juga.
Mengubah kondisi suatu bangsa tidak serta
merta bisa dilakukan dengan waktu yang singkat, semua perlu proses, dan
memerlukan dedikasi yang kuat. Dedikasi ini muncul saat idealism mampu tertanam
dan mengakar kuat dalam diri tiap manusia. Idealism yang saya maksud disini
adalah idealism yang berlandaskan agama, bukan hanya sekedar wacana saja. Mengapa?
Karena idealism yang berlandasakan wacana tidak akan bertahan lama. Saat ia
dipertemukan dengan realita yang ada, maka idealism yang dibangun sebelumnya
akan masuk angin.
Lalu seperti apa idealism yang berlandaskan
agama itu?
bersambung ke bagian 3..........
Tags:
Khazanah Islam
0 komentar