REPEATITION

Baca Juga

Dalam mengampu mata kuliah Bahasa dan Budaya Indonesia di semester ini, pihak kampus membagi kelas saya dalam 2 kali pertemuan dalam 1 minggu. Di pertemuan hari rabu, saya yang full mengajar dan memberikan materi. Namun untuk pertemuan hari jumat, saya lebih suka mengundang narasumber lain yang berasal dari teman-teman mahasiswa Indonesia / orang Taiwan yang pernah tinggal di Indonesia. Tujuannya adalah agar para mahasiswa yang mengambil mata kuliah ini, mendapatkan banyak perspektif tentang Indonesia. Misal, kalau yang mengajar hanya saya pribadi selama satu semester, maka para mahasiswa mungkin hanya akan tahu tentang Indonesia dalam perspektif saya yang berasal dari suku Jawa semata. Padahal Indonesia tidak sekedar Jawa.

Selain itu, hadirnya para narasumber tamu ini juga untuk memperluas pertemanan mereka kepada mahasiswa Indonesia yang ada di Taiwan. Misal, satu waktu saya menghadirkan mahasiswi yang memakai jilbab sebagai narasumber. Saya khawatir mindset mereka nantinya malah membentuk karakter bahwa semua perempuan Indonesia adalah berjilbab. Atau semua yang memakai jilbab adalah perempuan dari Indonesia. Sehingga, hadirnya mereka juga membuka wawasan serta pertemanan seluas-luasnya.

Hari ini, saya menghadirkan mas Khaoirul Amri, mahasiswa MBA, alumni AMIKOM Yogyakarta.

Ada yang menarik dalam kelas hari ini. Saat narasumber mencoba mengulas dan mempraktekkan materi tentang Basic Conversation, ada mahasiswa yang bertanya, "Apakah dalam bahasa Indonesia, kata-kata jawaban harus/banyak yang diulang-ulang (mereka merujuk pada kalimat yang baru saja diajarkan, yaitu baik-baik saja, dan sama-sama)?"
Sebuah pertanyaan yang cukup kritis dan berbobot menurut saya untuk mahasiswa yang baru 1 semester mengambil mata kuliah ini (direncanakan akan ada 2/3 semester sebagai kelanjutan berseri dari mata kuliah ini).

Mendapati pertanyaan tersebut, saya jadi ingat dengan ucapan dan ulasan kalimat dari Pak Joko Suswanto (Direktur / Instruktur Les Bahasa Inggris saat masih di SMA). Kalimatnya berbunyi, "Little-little me, little - little me, salary no up up". Ini adalah sebuah contoh kalimat bahasa Indonesia yang [dipaksa] di Inggriskan. Struktur kalimatnya jadi aneh. Ini karena terdapat struktur frasa yang tidak bisa diartikan kata per kata, namun harus dalam konteks menyeluruh agar bisa didapat makna yang sebenarnya.

Ada banyak sekali kejutan-kejutan yang hadir dalam kelas saya ini. Ada banyak inspirasi-inspirasi untuk terus mengenalkan bahasa dan budaya Indonesia kepada khalayak Taiwan. Indonesia itu luas, Indonesia itu kaya (dalam arti budaya dan norma). Tanggung jawab diplomasi budaya tidak melulu tanggungjawab pemerintah, tapi juga masyarakat dan utamanya kaum terpelajar. Karena setiap orang Indonesia adalah diplomat bagi negara dan bangsanya, begitu bukan?



Share:

0 komentar