DNA BIROKRASI

Baca Juga

Birokrasi ! Kata yang dapat membuat seseorang tiba-tiba merenung dalam-dalam sambil menyesap kopi pahit tanpa gula. Di negeri timur agak jauh ini, 'birokrasi' bukan lagi sebuah kata, tapi sudah menjadi mantra yang dipakai untuk menjelaskan segala keajaiban dan keanehan yang terjadi di negeri ini. Sebuah penyakit? Oh, tidak, tidak! Ini sudah mutasi menjadi DNA, sebuah gen unik yang memastikan setiap individu yang dilahirkan di Tanah Air bakal memiliki keahlian intrinsik menjalani labirin administrasi dengan lancar; atau setidaknya, dengan kesabaran seorang pendekar.

Mari kita mulai eksplorasi kita dengan pertanyaan sederhana: sudahkah Anda mengajukan sesuatu ke instansi pemerintah? Jika ya, selamat! Anda telah bermain dalam sandbox yang sama dengan pasir yang telah digunakan untuk membangun piramida birokrasi yang megah ini. Anda akan jumpa dengan berbagai karakter dalam perjalanan Anda; si penjaga pintu yang maha kuasa, sang petugas loket yang seperti penjaga gerbang antara dunia nyata dan dunia akhirat administrasi, dan, jangan lupakan, tumpukan formulir yang seperti mantra - harus lengkap, harus cap tiga warna, ditandatangani oleh manusia, jin, dan mungkin, jenis-jenis lelembut lainnya.

Ilustrasi Birokrasi yang Ruwet (Gambar : Istimewa)

Tetapi mengapa sih model birokrasi kita sedemikian rupa hingga jadi bahan candaan sekaligus sumber air mata? Apakah ini hasil dari warisan sejarah yang melekat erat seperti nasi tiwul di gigi setelah makan malam? Boleh jadi. Sejarah mencatat, pengaturan birokrasi di Indonesia telah berakar sejak zaman kolonial, ketika sang penjajah Belanda mendirikan sistem administratif yang detil dan lapis demi lapis. Seperti resep gulai kambing warisan leluhur, ternyata sistem ini terlalu nikmat untuk ditinggalkan.

Namun, sebuah sistem yang efektif pada era itu mungkin tidak lagi relevant untuk zaman now yang diwarnai oleh kecepatan digital dan buzzer. Bagaimana mungkin selembar form perizinan membutuhkan tulisan tangan dengan tinta hitam, sedangkan anak SD kini mengirim PR melalui email? Inilah fenomena unik di Indonesia: teknologi maju pesat sementara birokrasi bergerak layaknya kura-kura yang sedang berpuasa.

Ini bukan hanya tentang pengumpulan form saja. Lapisan birokrasi berikutnya adalah serangkaian proses yang begitu labirintik, sehingga Theseus dan Minotaurnya pun akan pensiun menjadi petani setelah mencoba menavigasi sistem ini. Anda kira akan selesai dengan satu kali kunjungan? Oh, tentu tidak. Dalam perjalanan anda mencari tandatangan, Anda akan berkenalan dengan apa yang kita sebut sebagai 'sistem antrian nomor urut' – sebuah ritual sakral bagi seluruh warga yang mencari berkah berupa cap dan tandatangan.

Mari kita bercerita tentang Pak Slamet - bukan nama sebenarnya, sebuah nama generik untuk menghindari pelbagai macam aduan. Pak Slamet adalah seorang pahlawan bagi kita semua, seorang Juru Masak Birokrasi berpengalaman. Beliau memiliki insting tak tertandingi dalam mengendus loket mana yang paling cepat, jasa foto kopi terdekat untuk form yang 'terlupa', dan, paling penting, mana penjaga pintu yang paling bisa 'dipahami' – jika Anda paham maksud saya.

Ah, dan penjaga pintu, pilar penting dari birokrasi kita. Dapat dipastikan, bila ada penjaga surga bagi para birokrat, maka penjaga pintu adalah San Peteronya. Mereka yang memegang akses antara harapan dan keputusasaan, senyum dan tangis, 'silakan mas/mbak, antri di sana' atau 'maaf, sudah tutup'. Dan kalau Anda datang satu menit setelah waktu tutup meskipun Anda telah berjalan kaki selama dua jam di bawah terik matahari, lebih baik Anda persiapkan hati untuk kembali keesokan harinya.

Sebut saja urusan KTP, SIM, pajak, izin usaha, atau bahkan nikah sekalipun; sepertinya tidak ada yang lolos dari cengkeraman birokrasi. Prosesnya? Ibarat main game petualangan – butuh waktu, kesabaran, dan kadang-kadang, in-app purchase berupa kopiah tipis untuk melancarkan 'jalannya'. 

Jangan salah, birokrasi kita juga digerakkan oleh mesin modern. Ada sistem online, ada juga aplikasi untuk antrian, tapi mari kita jujur. Sering kali sistem tersebut seperti pacar yang menjanjikan akan datang ke pertemuan tapi pada akhirnya tidak pernah muncul. Anda masuk ke website, dijanjikan pengisian form mudah, namun pada akhirnya Anda hanya temui server error yang seperti putri duyung, legendaris dan sulit ditemui.

Share:

0 komentar