FASHION DAN DEBAT CAPRES
Baca Juga
Malam ini adalah kali ketiga debat antar calon
presiden dilaksanakan. Sepertinya debat antar calon pemimpin ini cukup menjadi
"hiburan" bagi sebagian kalangan masyarakat Indonesia. Terlihat dari
antusiasme mereka dalam mengikuti debat ini melalui social media. Tak mau
kalah dengan penonton yang ada di dalam arena debat, banyak masyarakat
Indonesia mencoba mengekspresikan jalannya debat melalui status di facebook,
kicauan di Twitter, Recent Updates di Blackberry Messeger,
linimasa LINE, serta berbagai social media lainnya. Rata-rata kalau
diperhatikan mereka fokus pada materi debat dan gaya berbicara maupun perilaku
kedua calon presiden selama debat. Namun tidak bagi saya untuk malam ini,
karena kok sepertinya ada yang lebih menarik dari itu untuk dibahas,
yaitu tentang fashion style kedua calon selama debat pertama hingga
tadi malam.
Bagi saya tidak masalah apapun bentuk pakaian yang
dikenakan oleh kedua calon presiden. Sah-sah saja mereka memakai style seperti
apa. Namun jika diperhatikan, dari awal deklarasi pencalonan presiden dan wakil
presiden Prabowo Subianto - Hatta Rajasa, mereka ini cukup konsisten dalam
menggunakan pakaian seragamnya. Entah memang sengaja atau tidak, mereka nampak
ingin membuat semacam stamp seperti layaknya Soekarno yang identik dengan
baju empat saku. Dalam 2 kali debat calon presiden (dan 1 debat calon wakil
presiden) Pasangan Prabowo-Hatta selalu menggunakan pakaian putih lengan
pendek, bersaku empat, serta bordiran lambang garuda merah di dada
kanan. Mereka sepertinya ingin mencoba menunjukkan bahwa mereka sangat
nasionalis dengan dibuktikan simbol garuda selalu ada dalam hati dan dada
mereka.
Lalu untuk calon presiden Joko Widodo - Jusuf Kalla,
mereka sepertinya belum menemukan setting pakaian yang cocok yang [setidaknya]
bisa menjadi ciri khas mereka. Jika ketika Joko Widodo mencalonkan diri menjadi
Gubernur Jakarta menggunakan baju kotak-kotak sebagai ciri khasnya, dalam
kontestasi pilpres sepertinya beliau masih galau. Ketika deklarasi Pilpres
beliau menggunakan pakaian putih polos lengan panjang yang sangat khas dengan
beliau ketika blusukan sebagai gubernur Jakarta. Kemudian ketika pendaftaran
beliau menggunakan baju kotak-kotak. Momen ini sepertinya ingin dimanfaatkan
untuk menggali memoar 2012 dalam meraup dukungan simpati masyarakat. Sayangnya
masyarakat sudah terlanjur mencap baju kotak-kotak sebagai simbol Pilgub saja.
Celakanya lagi pasangannya tidak menggunakan baju kotak-kotak seperti beliau.
Ini justru menandakan bahwa sebenarnya untuk hal kecil seperti ini saja kadang
masih terlupakan untuk berlaku kompak.
Banyak teori yang menjelaskan tentang perilaku pakaian
secara umum; dan salah satu teori yang dipergunakan untuk mengkaji simbolisme
pada pakaian dan untuk memahami aspek-aspek komunikatif dari pakaian ialah
"Teori Interaksi Simbolik". Pada dasarnya Teori Interaksi Simbolik
menyatakan bahwa manusia hidup atau berada di dalam suatu lingkungan simbolik
maupun fisik dan perilaku manusia tersebut dirangsang oleh tindakan-tindakan
yang juga bersifat simbolik dan fisik (Horn & Gurel,1981:160). Dengan
demikian seluruh simbol tersebut diperoleh melalui komunikasi (interaksi)
dengan orang lain. Interaksi yang menjadikan suatu masyarakat menjadi berfungsi
tergantung kepada sejumlah besar jejaring (networks) simbol. Simbol-simbol
tersebut memiliki makna yang umum atau makna yang dipahami bersama oleh suatu
budaya. Meskipun sebagian besar simbol tersebut dikomunikasikan secara verbal
tetapi beberapa di antaranya disalurkan melalui penglihatan, seperti gestur,
gerak (motion), dan objek. Pakaian dan hiasan tubuh lainnya merupakan objek
yang dipergunakan secara simbolik oleh manuisa dalam berinteraksi dengan
manusia lainnya. Penampilan seseorang menyampaikan makna simbolik kepada orang
lain yang melihatnya. Pesan yang diterima oleh orang lain tersebut tidak selalu
berupa pesan termaksud. Tingkat konsistensi antara dua pesan merupakan ukuran
dari efektifitas suatu interaksi. Di dalam suatu unit budaya yang homogen hanya
akan terjadi sedikit perbedaan saja. Meskipun demikian banyak komunikasi silang
budaya yang tidak efektif dapat terjadi karena pesan-pesan simboliknya
ditafsirkan secara tidak tepat.
Jika merujuk kepada teori interaksionisme simbolik
yang dikemukakan oleh Herbert Blumer bahwa tiga prinsip utama interksionisme
simbolik yaitu tentang pemaknaa (meaning), bahasa (language) dan pikiran
(thought). Premis ini yang nantinya akan mengantarkan kepada konsep “diri”
seseorang dan sosialisasinya kepada “komunitas” yang lebih besar, yaitu
masyarakat. Blumer mengungkapkan premis pertama, bahwa manusia bertindak atau
bersikap terhadap manusia lainnya pada dasarnya dilandasi atas pemaknaan yang
mereka kenakan kepada pihak lain. Pemaknaan tentang apa yang nyata bagi
kita pada hakikatnya berasal dari apa yang kita yakini sebagai kenyataan itu
sendiri. Karena kita yakin bahwa hal tersebut nyata, maka kita mempercayainya
sebagai kenyataan. Pemaknaan muncul dari interaksi sosial yang saling
dipertukarkan setiap orang. Makna bukan muncul atau melekat pada sesuatu atau
suatu objek secara alamiah. Blumer menegaskan tentang pentingnya penamaan dalam
proses pemaknaan.
Kembali kepada trend debat capres sedang
hangat-hangatnya menjadi trending topic di Indonesia, kita disuguhkan
adanya anomali fashion dalam tiap debat. Dalam debat putaran pertama, Jokowi
menggunakan style resmi dengan memakai jas dan dasi merah. Dalam
imaginasinya mungkin ini dikesankan untuk menggebrak lawan bahwa mereka sangat
siap menghadapi debat capres ini. Sayangnya Prabowo tidak membalasnya dengan
menggunakan style yang sama. Lagi-lagi beliau tetap konsisten dengan
baju putih empat sakunya. Entah karena memang dia mencoba bersikap konsisten
atau memang ini menjadi ciri khas yang sudah menjadi pakem bagi timnya Prabowo.
Kemudian dalam debat semalam, Jokowi berubah menggunakan pakaian batik lengan
panjang. Lagi-lagi kesan yang coba diberikan berbeda dari sebelumnya. Bagi saya
yang awam terhadap politik dan geliatnya, saya malah melihatnya sebagai sebuah
keluwesan dan jauh dari hingar bingar atmosper pilpres. Tapi dibalik kesan sederhananya
ada satu kejanggalan yang muncul, "kok
fashionnya berubah ya? Apa tidak PEDE dengan pakaian sebelumnya karena banyak
menuai kritik?" Sedangkan Prabowo dalam debat semalam tetap
menggunakan pakaian "kebesarannya".
Semua capres dan cawapres sah-sah saja mengenakan
pakaian dan simbol apapun selama itu masih dalam kesantunan adat ketimuran yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia. Pakaian memang terkesan bukan sesuatu yang
menjadi prioritas, namun justru dari pakaianlah kadang orang menilai
kepribadain seseorang. Seperti kata pepatah jawa "Ajining Rogo Soko
Busono". Kalau dari pakaian saja masyarakat kita sudah bisa menilai, tentu
banyak hal yang kemudian menjadi poin penilaian sebelum mereka memutuskan akan
mendukung calon yang mana. Saya percaya masyarakat Indonesia sudah cerdas dan
pintar dalam memutuskan, cuma kadang masih dipengaruhi taqlid buta
akan citra oleh media. Jadi, siapapun pilihanmu, tetap gunakan akal sehat dan
nalar logika dalam menjatuhkan pilihanmu 9 Juli nanti ya mas bro. Salam !
Tags:
Sospol
0 comments