REKREASI POLITIK LUAR NEGERI VERSI ASEAN
Baca Juga
Perjalanan
Association of South East Asian Nation (ASEAN) dalam menapaki politik luar
negeri kawasan Asia Tenggara bisa dikatakan sudah cukup lama. Didirikan pada
tahun 1966 oleh 5 negara, ASEAN yang semula hanya beranggotakan 5 negara dan
fokus dalam upaya menghadapi perang dingin, kini semuanya telah berkembang.
ASEAN telah mampu “mengambil hati” 5
negara di kawasan Asia Tenggara lainnya untuk bergabung dalam ASEAN. Fokus
ASEAN sendiri telah bergeser kearah pembangunan ekonomi negara kawasan dan
sosial budaya. Namun dalam menapaki usianya yang telah mencapai 45 tahun,
benarkah ASEAN merupakan sebuah organisasi internasional yang efektif dan kuat?
Sedikit me-review perjalanan ASEAN di tahun ’90 an, semua negara ASEAN yang pada waktu itu berjumlah 8 negara menyepakati diberlakukannya ASEAN Free Trade Area (AFTA). AFTA sendiri merupakan simbolisasi pelaksanaan pasar bebas berideologi neoliberalisme. Namun gaung AFTA yang sempat memekikkan telinga di kawasan Asia Tenggara seolah lenyap tanpa bekas ketika Asia digempur Krisis Moneter. Semua mata uang “jatuh” terhadap mata uang Dolar Amerika. Tahun 2001 merupakan salah satu tonggak bersejarah bagi ASEAN, dimana pada tahun tersebut, semua negara ASEAN mulai menyadari akan pentingnya sebuah identitas bersama yang tercantum dalam sebuah teks tertulis. Inilah babak baru ASEAN Charter yang secara resmi ditandatangani oleh semua negara ASEAN pada tahun 2007. Dalam ASEAN Charter, tersirat mengenai pembuatan identitas bersama bernama ASEAN Community yang akan dilaksanakan sepenuhnya pada tahun 2020 yang kemudian dipercepat menjadi tahun 2015.
Menjadi sebuah komunitas dengan identitas sama diatas bangsa-bangsa yang majemuk, merupakan sebuah tantangan dan kelebihan bagi ASEAN Community, dimana perbedaan-perbedaan ideologi dan budaya antar bangsa sangatlah banyak. Sehingga perlu adanya pembangunan idelogi organisasi yang kuat guna mengefektifkan ASEAN sebagai sebuah identitas baru di dunia internasional.
Tulisan ini
mencoba menganalisa beberapa poin mengenai efektivitas dari ASEAN yang selama
ini hanya digunakan sebagai tempat rekreasi
politik luar negeri dari negara-negara anggota ASEAN. Dalam buku
“Governance Without Government” ada beberapa kriteria keefektivan dari sebuah
organisasi internasional.
1.
Transparency
Dalam mekanisme ini, sebuah
organisasi haruskah memiliki mekanisme kontrol yang jelas serta memiliki
mekanisme sanksi dan efek jeranya terhadap anggota. Di ASEAN, mekanisme kontrol
terhadap negara-negara anggota mengenai pelaksanaan suatu keputusan bersama
masih abu-abu. Artinya negara anggota mau melaksanakan keputusan itu atau
tidak, bukan hal yang terlalu dipikirkan bagi negara tersebut karena tidak
terkontrol secara jelas oleh ASEAN. Selain itu, mekanisme sanksi terhadap negara
anggota yang tidak mematuhi peraturan dan kesepakatan yang telah dibuat juga
menjadi sesuatu yang sangat miris terjadi di sebuah organisasi yang sudah cukup
berumur. Fakta di lapangan adalah
ketika Myanmar menahan Aung San Suu Kyi yang notabenenya merupakan tokoh
demokrasi Myanmar, ASEAN menyerukan agar pemerintahan Junta Militer Myanmar
untuk segera membebaskannya. Seruan itu hanya seperti angin lalu yang tidak
berarti. Walaupun pada akhirnya Myanmar dikenai sanksi tidak mendapatkan jatah
menjadi Ketua ASEAN, Junta Militer seakan tidak bergeming dan tetap menahan
Aung San Suu Kyi. Mereka menganggap sanksi ini tidak menimbulkan dampak
signifikan terhadap negara Myanmar.
2.
Robustness
Poin ini mengisyaratkan bahwa organisasi
menjadi efektif apabila organisasi tersebut memiliki flexibilitas terhadap
perubahan waktu serta momentum berdirinya organisasi tersebut. Jika melihat
dari momentum berdirinya, ASEAN merupakan salah satu organisasi yang cukup kuat
pada waktu. Dimana pada tahun 1966, perang dingin antara blok liberalis dengan
komunis sedang terjadi. ASEAN hadir sebagai sebuah organisasi yang mencoba
membendung ideologi komunis walaupun maksud tersebut tidak termuat dalam
deklarasi Bangkok. Namun jika ditelusuri dari dokumen-dokumen mengenai
perjalanan ASEAN, maka kita akan menemukan sebuah benang merah terkait
pembendungan ideologi komunis di Asia Tenggara. Dalam hal flexibilitas, ASEAN
cukup bisa menyesuaikan dengan arus perubahan zaman. Dimana saat ini ASEAN
lebih berperan sebagai sebuah identitas baru dan sebagai sebuah jembatan
ekonomi antar negara-negara ASEAN dan negara non ASEAN. Ini berbeda saat ASEAN
didirikan yang pada waktu hanya bertujuan untuk memfasilitasi agar tidak ada
konflik di negara-negara kawasan Asia Tenggara.
3.
Capacity
of Governments
Dalam poin ini, pemerintahan suatu
negara anggota yang terlegitimasi oleh rakyatnya merupakan hal yang penting
untuk membangun sebuah organisasi internasional yang efektif. Fakta yang
terjadi adalah Pemerintahan Abhisit Vejjajiva di Thailand dan Junta Militer di
Myanmar merupakan pemrintahan yang tidak terlegitimasi oleh rakyat. PM Thailand
banyak ditentang oleh rakyat Thailand yang memaksanya untuk mundur. Sedangkan
di Myanmar, semangat demokrasi dibungkam oleh militer. Selain itu poin ini juga
mengisyaratkan bahwa kemampuan negara anggota untuk melaksanakan suatu aturan
dari organisasi tersebut menjadi hal mutlak yang harus bisa dilaksanakan. Namun
yang terjadi bahwa banyak negara ASEAN yang tidak mampu melaksanakannya seperti
pada kasus ACFTA, dimana banyak negara seperti Myanmar, Laos dan Kamboja yang
belum mampu melaksanakan ACFTA sepenuhnya.
4.
Distribution
of Power
Dalam mengefektifkan sebuah
organisasi internasional, kesamaan kewajiban negara anggota untuk mematuhi
keputusan menjadi hal yang cukup penting. Dalam pelaksanaannya banyak negara
yang menganggap dirinya kuat tidak melaksanakan keputusan tersebut jika tidak
menguntungkan negaranya, contoh yang terjadi adalah ketika ASEAN mememutuskan
untuk mendirikan Badan HAM ASEAN, Singapura menolak untuk meratifikasi
keputusan tersebut dengan alasan mereka sudah melaksanakan penegakan HAM secara
internal sehingga tidak perlu lagi adanya Badan HAM ditingkat ASEAN.
Akhirnya,
silahkan disimpulkan sendiri terkait ASEAN yang ada saat ini. Sebagai pemuda
yang kelak akan mengalami ASEAN Community yang tak lama lagi, sudah menjadi
kewajiban kita untuk bersama-sama berbuat terbaik demi majunya Indonesia dan
ASEAN.
dR.
Tags:
Sospol
0 comments