QUO VADIS PENDIDIKAN INDONESIA
Baca Juga
“A curriculum is a written document which may contain many
ingredients, but basically it is the plant for education of pupils during their
enrollment in given school” Beauchamp,
1968
Masih ingat diingatan
kita berapa kali Indonesia berganti kurikulum dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir ini. KBK, KTSP dan sekarang sedang akan diperbaharui lagi kurikulum
tersebut membuat guru semakin bingung. Belumlah mereka mengerti mengenai
implementasi kurikulum sebelumnya, sekarang sudah harus berganti lagi dengan
metode yang baru. Tentunya ini membuat keprihatinan tersendiri, karena yang
menjadi “korban” adalah siswa.
Namun dibalik itu
semua, ada benang merah yang bisa ditarik, yaitu adanya semangat untuk membuat
pendidikan Indonesia lebih baik dengan menggunakan asas student center. Dengan basis ini, siswa akan diberikan pemahaman
yang lebih konstruktif mengenai materi yang diajarkan. Saat ini, guru-guru di
daerah masih banyak yang menggunakan metode konvensional dengan berceramah
berjam-jam di depan kelas serta memberikan materi dengan cara menghafal.
Tentunya ini akan membuat anak bosan serta tidak mendapatkan konsep dari materi
yang diajarkan. Sehingga wajar adanya jika kelas 5 SD siswa masih banyak yg
belum hafal perkalian, pembagian, dan sebagainya. Melalui KTSP, guru diajak
untuk mampu mengembangkan metode yang lebih konstruktif agar anak mengerti
mengenai konsep yang diajarkan.
Namun, ketika guru baru mulai mengerti mengenai
tujuan KTSP dan bagaimana implementasinya, pemerintah sudah akan mengganti
kurikulum tersebut. Ini yang membuat guru semakin bingung apa yang seharusnya
mereka ajarkan pada siswa.
Dilihat dari sisi
materi pelajaran, sangat jauh berbeda antar kurikulum. Belumlah lekang dari
memori kita apa saja mata pelajaran ketika dulu kita SD. Pelajaran IPA dan IPS
diajarkan di kelas 3. Sedangkan kelas 1 dan 2 fokus pada kegiatan CALISTUNG.
Tapi sekarang anak SD kelas 1 sudah diajarkan mata pelajaran IPA atau Sains.
Kalau di perkotaan besar mungkin ini tidak menjadi masalah, karena siswa banyak
yang berasal dari PAUD/TK sehingga mereka relative sudah banyak yang bisa
membaca. Namun bagaimana di daerah? Utamanya di pelosok-pelosok Indonesia
seperti di Tanjung Aru, Paser, Kalimantan Timur? Boro-boro bisa membaca, masuk
SD saja sudah bersyukur. Masalah biaya, tingkat pemahaman orangtua, akses
pendidikan usia dini seperti TK dan PAUD menjadi barang mahal disana. Lalu
bagaimana mereka akan mengerti apa itu IPA, apa itu IPS jika membaca saja masih
menjadi keterampilan yang langka?
Pendidikan di
Indonesia sudah seharusnya berbasis kedaerahan dan kearifan local. Biarkan
kurikulum itu sesuai dengan daerah tersebut. Pemerintah cukup menjadi wasit
bukan menjadi juri. Mengutip apa yang pernah disampaikan oleh Bapak Anies
Baswedan ketika Pelatihan Intensif Pengajar Muda angkatan 5, “Kegagalan
terbesar dari pendidikan adalah ketika pendidikan tidak mampu membendung
siswa/masyarakat untuk tidak pindah ke kota”. Artinya disini bahwa pendidikan
yang baik dan konstruk seharusnya bisa dinikmati di pelosok tanah air. Dengan
kurikulum yang berbasis pada siswa, siswa akan mampu memahami konsep yang
diajarkan. Harapannya adalah melalui pemahaman konsep tersebut, maka siswa akan
berkembang sendiri cara berpikirnya. Jika sudah begitu maka aplikasi dari
konsep tersebut tidak perlu jauh-jauh harus ke kota. Cukup di daerahnya
tersebut. Misalkan konsep mengenai pelajaran keragaman aneka hayati dan
pelestariannya. Tidak usah mereka jauh-jauh ke kota untuk belajar menjaga
keragaman hayati, cukuplah yang ada disekitar mereka saja.
Kita masih
memiliki PR yang cukup banyak tentang pendidikan Indonesia. Tak cukup tulisan
sederhana mengurai satu persatu permasalahan tersebut. Tapi sebagai generasi
muda, wajib hukumnya untuk bergerak bersama menyelesaikan masalah ini.
Pendidikan yang memanusiakan manusia masih menjadi hutang janji kemerdekaan
bangsa ini. Saatnya kita bergerak untuk bersama-sama menyingsingkan lengan baju
menyelesaikan masalah pendidikan di Indonesia. Bukankah Mendidik adalah tugas orang terdidik?
dR.
Tags:
Pendidikan
0 comments