KETIKA LIKES, VIRAL, DAN FYP TAK LAGI MENJAMIN KURSI KEKUASAAN

Baca Juga

Aha, Pemilu 2024! Mari kita duduk dengan secangkir kopi hangat, menghirup aroma pahit realitas politik kita – sebuah panggung wayang modern di mana para dalang media sosial menggerakkan para wayangnya dengan cekatan. Jangan salah paham, wayang di sini bukan makhluk tanpa nyawa, melainkan berwujud calon pemimpin masa depan, diwarnai filter Valencia dan #KitaSemuaBersaudara.

Ini kisah tentang para "medsos darling" - para penguasa timeline, jawara retweets, dan sang raja/ ratu story Instagram, serta juragan FYP. Mereka ini, ooh, berkilau bagai permata di kerajaan maya, tapi ternyata bagai kunang-kunang di padang pemilu. Kini kita tahu, ledakan notifikasi tak sekuat dentuman suara di bilik suara.

Ilustrasi Viral (Gambar : Istimewa)

Popularitas semu di media sosial, bagai angin lalu, tak terasa tapi nampak – nampak nampak saja, ya itu-itu saja. Sementara realitas pemilu ibarat pohon jati kokoh di hutan demokrasi, tak goyang oleh komentar pedas maupun like seribu kali. Pohon jati tak ubahnya suara-suara pemilih di bilik suara yang memilih dengan tegas, entah itu berdasarkan apa yang mereka rasakan dari perut yang keroncongan atau kepala yang meraung-raung ingin perubahan.

Mari kita bicara soal jumlah suara – oh, jumlah suara! Ironis, bukan, ketika "follower" jutaan tapi "voter" hanya seribu? Saksi kita bagaimana banyak "medsos darling" berguguran, layaknya daun-daun gugur diterpa angin pilkada. Mereka yang "viral" tak selalu "vital" bagi pemilih, dan algoritma yang membawa mereka ke puncak "trending" tak dapat membawa mereka ke puncak kekuasaan.

Dan apa pesan moral yang kita petik dari kekalahan dramatis tersebut? Ah, sungguh pesan moral yang klasik: bermedsos sewajarnya. Kiranya, bagaikan mengonsumsi junk food, nyaman di lidah namun risiko di akhir. Naiklah dari singgasana maya itu, rajalah persinggungan nyata. Banyakin turun ke bawah, sapa warga dengan senyum dan, ya kalau bisa, sembako.

Wahai sembako! Betapa dahsyatnya daya pikatmu dalam panggung politik kita. Barangkali lebih mudah menjadi influencer ketimbang memberi pengaruh politik. Di dunia maya, cukup tagar dan hastag, sedangkan di dunia nyata, ya tagih dan catat kebutuhan rakyat.

Pada akhirnya, dalam pertarungan realitas dan virtualitas ini, yang nyata kerap lebih memikat. Masyarakat kita, meski terus bergerak menuju 'well-educated', masih butuh solusi nyata akan problem kronis yang dihadapi: "Mau makan apa hari ini?" Pertanyaan sederhana yang membutuhkan jawaban praktis, bukan berupa grafik statistik pertumbuhan ekonomi di layar ponsel.

Masyarakat memilih mereka yang mengetuk pintu bukan hanya dengan janji, tapi juga dengan nasi kotak yang bisa langsung dipegang, dihadiahkan kaos yang bisa langsung dipakai, dan amplop transportasi yang bisa langsung ditukar. Di sinilah konsep idealisme dan pragmatisme beradu judi- kali ini pragmatisme memenangkan pot besar.

Semalam, saya diskusi panjang dengan seorang sahabat sambil mengeluhkan kenapa gelas sudah kosong dan malam sudah terlalu jauh berjalan, sahabat saya yang sedang mendalami teori ekonomi di negeri orang menegaskan: konsep dan gagasan indah memang layak diperjuangkan. Namun, apa artinya bagi mereka yang perutnya berbunyi lebih keras daripada manifesto politik yang mengudara?

Pada akhirnya, Pemilu 2024 mengajarkan bahwa politik media sosial itu layaknya kapal pesiar mewah yang mengarungi lautan maya: penuh gemerlap dan hingar-bingar, tapi tak selalu sampai ke dermaga kemenangan saat badai kenyataan masyarakat menghadang. Barangkali perlu ditambahkan ke dalam manifestonya, bukan hanya tentang infrastruktur digital, tapi juga tentang dapur rakyat yang harap-harap cemas ingin tetap berasap. 

Kiranya tak berlebihan jika dikatakan: dalam politik, 'likes' Anda tak begitu berarti tanpa 'love' dari rakyat yang sebenarnya. Tapi ingat, kasih sayang rakyat tidak bisa dibeli dengan sembako, hanya bisa dimenangkan dengan hati yang melayani. Selamat datang di demokrasi, selamat tinggal di media sosial, selamat berjuang di lapangan nyata!

Share:

0 komentar