SISTEM PERINGKAT SISWA DI KELAS ; BENTUK PENJAJAHAN PENDIDIKAN

Baca Juga

Di sebuah sekolah dasar yang memiliki seorang guru senior, terdapat sosok yang berbeda dari guru-guru lainnya. Guru ini selalu bersemangat untuk mengikuti perkembangan dan inovasi dalam sistem pendidikan. Ia menghadapi tantangan dengan tekad untuk menerapkan perubahan positif di dalam kelasnya. Salah satu inovasi yang diadopsinya adalah menghilangkan perangkingan dalam penilaian raport.

Seiring dengan penggunaan kurikulum terbaru, sistem perangkingan tidak lagi diterapkan di raport para siswa. Guru ini dengan tekun mengikuti penataran yang diadakan oleh dinas pendidikan setempat, sehingga ia memahami dan menerapkan aturan tersebut dengan sepenuh hati.

Namun, saat tiba hari pembagian raport, sang guru dihadapkan pada situasi yang mengejutkan. Para orangtua murid langsung mendatanginya dengan antusias dan berharap untuk melihat peringkat anak-anak mereka. Mereka beranggapan bahwa peringkat merupakan prestise yang harus dipertahankan. Namun, dengan ramah dan penuh kesabaran, sang guru menjelaskan mengapa peringkat tidak ada di dalam raport.

Ilustrasi (Gambar : Istimewa / Quora)

Ia berbicara tentang pentingnya fokus pada perkembangan holistik anak, bukan sekadar peringkat yang dapat membatasi potensi mereka. Guru tersebut menjelaskan bahwa setiap anak memiliki keunikan dan bakatnya sendiri yang perlu diapresiasi. Ia mengajak para orangtua untuk melihat prestasi anak dari berbagai aspek, termasuk prestasi akademik dan non-akademik, kreativitas, keterampilan sosial, dan lainnya.

Meskipun sang guru menjelaskan dengan jelas dan berusaha meyakinkan para orangtua, mereka tetap bertahan pada permintaan mereka. Mereka merasa bahwa peringkat sangat penting dan tidak ingin pulang dari sekolah tanpa mengetahuinya. Menghadapi desakan dan ancaman para orangtua, sang guru akhirnya memutuskan untuk memberikan peringkat pada raport para siswa.

Bagi sang guru, keputusan tersebut terasa berat. Ia merasa bahwa dengan memberikan peringkat, ia ikut memperpetuasi sistem yang membatasi potensi anak-anak. Namun, ia juga sadar bahwa saat itu, para orangtua masih memegang teguh konsep peringkat sebagai tolak ukur keberhasilan.

***

Sistem peringkat atau ranking di kelas telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan tradisional. Dalam sistem ini, prestasi seorang siswa diukur berdasarkan peringkatnya dalam kelas, yang sering dianggap sebagai satu-satunya bukti empiris tentang keberhasilan anak di sekolah. Namun, orangtua masa kini yang merupakan produk dari sistem pendidikan yang sama seringkali tidak menyadari bahaya yang terkandung di dalamnya.

Pemberian peringkat secara eksplisit dapat menyebabkan labelling, di mana siswa dikategorikan dan dinilai berdasarkan peringkat mereka. Namun, pendidikan seharusnya bertujuan untuk memajukan potensi dan perkembangan setiap individu, bukan hanya membandingkan dan memberi label pada siswa.

Bagi sebagian orangtua, peringkat menjadi acuan utama dalam menilai prestasi dan kemampuan anak mereka. Mereka percaya bahwa semakin tinggi peringkat, semakin baik dan pintar anak mereka. Akan tetapi, dalam pandangan yang lebih holistik tentang pendidikan, peringkat tidak dapat sepenuhnya merepresentasikan kemampuan dan potensi seorang anak.

Pertama, sistem peringkat di kelas cenderung mengabaikan aspek penting lainnya dalam perkembangan anak, seperti kreativitas, keterampilan sosial, dan pemecahan masalah. Fokus yang terlalu kuat pada peringkat sering mengabaikan keunikan dan bakat yang dimiliki setiap anak. Anak-anak yang memiliki minat di luar akademik dan menonjol dalam bidang lain mungkin tidak mendapatkan pengakuan yang sebanding dengan prestasi mereka.

Kedua, sistem peringkat dapat menimbulkan tekanan yang berlebihan pada anak-anak. Dalam upaya untuk mencapai peringkat yang tinggi, anak-anak mungkin merasa terbebani dan stres. Mereka mungkin kehilangan minat pada pembelajaran yang sebenarnya karena terlalu fokus pada perolehan peringkat. Hal ini dapat berdampak negatif pada kesejahteraan mental dan motivasi belajar anak.

Ketiga, sistem peringkat memicu persaingan yang tidak sehat di antara siswa. Anak-anak cenderung membandingkan diri mereka dengan yang lain dan merasa rendah diri jika berada di peringkat yang lebih rendah. Persaingan yang tidak sehat ini dapat mengganggu hubungan sosial di antara siswa dan menghambat kolaborasi dan kerjasama di dalam kelas.

Pemeringkatan hasil belajar seringkali menjadi sumber masalah yang serius dalam menciptakan inklusivitas. Sistem ini cenderung memperburuk kesenjangan antara siswa berkepintaran tinggi dan siswa berkepintaran rendah. Ironisnya, pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan atau prestasi akademik juga masih menjadi praktik umum.

Pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan akademik dilakukan dengan tujuan memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Siswa berprestasi tinggi dikelompokkan bersama untuk mendapatkan tantangan yang lebih besar, sementara siswa berprestasi rendah dikelompokkan bersama untuk mendapatkan bantuan ekstra. Namun, realitasnya menunjukkan bahwa pengelompokan semacam itu tidaklah efektif.

Dampak negatif dari pengelompokan ini terlihat dalam bentuk konflik antara siswa. Siswa-siswa yang dikelompokkan dalam kelas berprestasi tinggi sering kali menjadi terlalu percaya diri dan muncul rasa superioritas di antara mereka. Persaingan yang terjadi di dalam kelas ini dapat menjadi destruktif dan mengganggu hubungan antar siswa. Ketidakseimbangan kekuatan dan perlombaan yang terjadi menghasilkan lingkungan yang tidak sehat, di mana kolaborasi dan kerjasama menjadi sulit terwujud.

Di sisi lain, siswa yang dikelompokkan dalam kelas berprestasi rendah juga menghadapi masalah. Mereka sering kali merasa rendah diri dan kehilangan identitas sebagai pelajar. Emosi mereka mudah meledak-ledak dan semangat belajar mereka terkikis. Ketidakmampuan untuk memenuhi standar yang ditetapkan dalam kelas berprestasi tinggi membuat mereka merasa terpinggirkan dan tidak diakui sebagai bagian dari komunitas belajar.

Sebagai orangtua, penting bagi kita untuk menyadari bahaya yang terkandung dalam sistem peringkat di kelas. Menciptakan pemahaman yang lebih luas tentang keberhasilan anak dalam berbagai aspek kehidupan adalah langkah penting untuk membebaskan anak dari tekanan dan memberi mereka kesempatan untuk berkembang secara holistik.

Penting untuk memahami bahwa pemeringkatan hasil belajar tidaklah merupakan penentu tunggal dari kemampuan dan potensi seorang siswa. Setiap individu memiliki keunikan dan kecerdasan yang berbeda-beda. Fokus pada peringkat semata mengabaikan aspek-aspek penting lainnya seperti kreativitas, kecerdasan emosional, dan keberagaman kemampuan.

Falsafah pendidikan yang seharusnya dijunjung tinggi adalah memberikan kesempatan yang adil dan merangkul keragaman. Setiap siswa memiliki keunikan, bakat, dan potensi yang berbeda-beda. Sistem peringkat yang berfokus pada perbandingan antar siswa mengabaikan keunikan ini dan menekankan pada persaingan yang tidak sehat. Hal ini dapat mengakibatkan dampak negatif pada perkembangan pribadi dan motivasi belajar siswa.

Dalam konteks pendidikan yang ideal, evaluasi dan umpan balik seharusnya lebih berorientasi pada pertumbuhan dan pengembangan siswa. Guru harus memahami kebutuhan dan potensi unik setiap siswa, serta memberikan dukungan yang sesuai untuk memajukan kemampuan mereka. Evaluasi yang komprehensif dan holistik harus menggambarkan pencapaian siswa dalam berbagai aspek, termasuk keterampilan sosial, kreativitas, pemecahan masalah, dan karakter positif.

Pendidikan perlu mengadopsi pendekatan yang lebih inklusif dan menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa. Sekolah dapat mengganti sistem peringkat dengan pendekatan penilaian formatif yang melibatkan evaluasi terus-menerus, pemberian umpan balik konstruktif, dan penghargaan terhadap perkembangan individu. Dengan demikian, setiap siswa akan merasa dihargai dan didorong untuk berkembang tanpa dibebani oleh peringkat atau label yang sempit.

Dalam era pendidikan yang semakin maju, penting bagi kita untuk memperbarui pandangan dan praktek kita terkait evaluasi dan penghargaan dalam proses belajar mengajar. Dengan mengganti sistem peringkat yang sempit dengan pendekatan yang lebih inklusif, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang memberdayakan dan mendorong setiap siswa untuk mencapai potensi maksimal mereka, tanpa rasa terbebani oleh peringkat dan label.

Sedangkan untuk mengatasi orangtua yang masih keras kepala dan memandang rangking siswa di kelas sebagai segalanya dan sangat penting adalah dengan cara mengedukasi mereka mengenai pentingnya pendekatan pendidikan yang holistik dan inklusif. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

  1. Komunikasi Terbuka: Penting untuk menjalin komunikasi yang terbuka dan jujur dengan para orangtua. Sampaikan informasi mengenai dampak negatif dari fokus yang terlalu kuat pada peringkat siswa. Jelaskan bahwa pendekatan holistik dapat membantu mengembangkan potensi siswa secara menyeluruh dan mengarah pada kesuksesan jangka panjang.
  2. Penyuluhan dan Diskusi: Adakan pertemuan atau diskusi dengan orangtua untuk membagikan pengetahuan dan penelitian terkini mengenai pendidikan yang berpusat pada perkembangan anak secara menyeluruh. Sampaikan bahwa keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh peringkat, tetapi juga meliputi perkembangan emosional, sosial, dan kreativitas anak.
  3. Pembuktian Melalui Prestasi: Tunjukkan contoh-contoh nyata di mana siswa-siswa yang tidak memiliki peringkat tertinggi tetap berhasil dalam kehidupan mereka. Berikan informasi tentang alumni sekolah yang sukses dan prestasi mereka di bidang-bidang yang beragam, seperti seni, olahraga, teknologi, dan kewirausahaan. Hal ini dapat membantu mengubah persepsi orangtua tentang kepentingan mutlak peringkat.
  4. Fokus pada Pengembangan Kemampuan: Dorong orangtua untuk memperhatikan pengembangan kemampuan dan minat anak secara individual. Ajak mereka untuk melihat potensi unik yang dimiliki oleh setiap anak dan berikan dukungan dalam mengeksplorasi dan mengembangkan bakat mereka di berbagai bidang. Dengan cara ini, orangtua akan melihat nilai-nilai dan prestasi anak dalam konteks yang lebih luas daripada hanya peringkat semata.
  5. Membangun Komunitas Edukatif: Dukung pembentukan komunitas orangtua dan guru yang saling mendukung dan berbagi pandangan tentang pendidikan holistik. Adakan pertemuan rutin, diskusi, atau lokakarya yang melibatkan orangtua, guru, dan pakar pendidikan untuk memperdalam pemahaman tentang pentingnya mengurangi penekanan pada peringkat siswa.

Melibatkan orangtua dalam proses pendidikan dan membantu mereka melihat nilai-nilai yang lebih luas dalam perkembangan anak merupakan langkah penting untuk mengatasi persepsi yang masih terpaku pada peringkat. Dengan kerjasama yang baik antara sekolah dan orangtua, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung pertumbuhan dan kesuksesan siswa secara menyeluruh.

Sebagai generasi orangtua masa kini, kita memiliki kesempatan untuk mengubah paradigma dan mendorong sistem pendidikan yang lebih inklusif dan berorientasi pada perkembangan holistik anak. Dengan menghilangkan kecenderungan untuk membandingkan dan memeringkatkan anak-anak, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung mereka dalam mengeksplorasi potensi mereka sepenuhnya dan menjadi pribadi yang berdaya.

Share:

0 komentar