GOING TO AROUND THE WORLD

Baca Juga

Judul tulisan ini saya ambil dari salah satu nama folder di komputer jinjing saya. Folder yang merupakan bukti rekam jejak saya untuk meraih impian bisa ke luar negeri. File pertama dari folder ini adalah sebuah Letter of Acceptance dari event International Conference di  Singapura tertanggal 13 Juni 2010. Dan file terakhir adalah E-Ticket pesawat Eva Air dengan destination Taipei, Taiwan yang tertanggal 20 Februari 2013. Di dalamnya ada banyak kategori terkait brosur beasiswa maupun International conference di berbagai negara. Di folder ini terekam jelas bagaimana usaha saya meraih mimpi untuk bisa bepergian ke luar negeri untuk ikut ambil bagian dalam sebuah event internasional maupun meraih beasiswa. Sebuah proses yang lama, panjang, dan membutuhkan kesabaran.

Keinginan untuk bisa Going Abroad sudah lama ada. Sebagai "anak desa"  pergi ke luar negeri adalah sebuah mimpi yang hampir sulit untuk diwujudkan. Namun keinginan itu semakin hadir tatkala saya menempuh studi di jurusan Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Sebagai mahasiswa yang katanya "calon diplomat" ke luar negeri adalah layaknya sebuah prasyarat untuk melengkapi  gelar sarjana Hubungan Internasional. Ada sebuah idiom di antara mahasiswa HI UMY yang menyatakan bahwa "yang namanya mahasiswa HI itu paling tidak sudah pernah ke luar negeri, walaupun itu hanya ke negara terdekat kita [Malaysia/Singapore]" Entah kebetulan atau tidak, namun ungkapan ini semakin memicu adrenalin untuk bisa ke luar negeri.

Di awal kuliah saya tidak terlalu peduli dengan tawaran-tawaran konferensi di luar negeri. Target saya waktu itu adalah meraih IPK Cumlaude dan lulus tepat waktu. Namun, godaan akan "Gold Experience" ke luar negeri semakin kuat tatkala menyentuh semester 4. Alhasil, usaha untuk mencari peluang ke luar negeri dimulai di semester ini. Kesempatan pertama jatuh pada negara Singapore dalam acara "Global Scholars and Leaders Conference". Setelah melalui banyak tahapan, termasuk salah satunya adalah mencari surat rekomendasi dari Academic Advisor, pada tanggal 13 Juni 2010 saya dinyatakan diterima sebagai salah satu peserta. Namun, karena funding yang disyaratkan cukup tinggi, serta ketiadaan sponsor, saya memutuskan untuk tidak mengambil kesempatan ini. 

Kesempatan berikutnya saya memutuskan untuk mencoba mendaftar sebagai delegasi PBB dalam China  University of Hong Kong Model United Nation (CUHKMUN). Setelah melalui tahapan screening paper and proposal oleh panitia, saya dinyatakan lolos. Namun lagi-lagi karena ketiadaan sponsor menjadi penghalang untuk berangkat sebagai delegasi. Sebenarnya angka yang disyaratkan tidak terlalu tinggi, namun bagi seorang mahasiswa dari desa yang kirimannya pas-pasan, ini menjadi sebuah angka yang sulit untuk dicapai. 

Setelah 2 kali kesempatan gagal untuk diraih, keinginan untuk ke luar negeri menjadi agak kendur. Ini lantaran saya lelah untuk merasakan "berhasil di awal namun gagal di akhir". Pada hari rabu di bulan Agustus 2010 secara tidak sengaja saya melihat poster program Exchange dari ASEAN Youth Friendship Network. Host Country untuk program ini adalah Vietnam. Iseng mencoba mendaftar dengan tanpa terlalu berharap banyak, saya justru diterima di program ini setelah melalui proses screening Essay dan wawancara. Senang, tentu saja, namun rasa senang ini tidak saya biarkan berlarut lama, karena melihat angka-angka rupiah yang disyaratkan. Memang sangat terjangkau dibanding event-event yang lain, namun cukup tinggi bagi saya.

September 2010 ponsel saya bergetar menandakan adanya sms masuk. SMS tersebut adalah dari Wakil Dekan Fisipol UMY yang memberitahukan bahwa proposal bantuan untuk program exchange diterima oleh Dekan. Senang bukan main, apalagi saya juga mendapat kabar beberapa proposal saya juga diterima di tempat lain. Oktober 2010 saya berangkat untuk program persahabatan "Indonesia-Vietnam Youth Friendship Network". Inilah pertama kalinya saya ke luar negeri. Hampir setiap moment di Vietnam saya coba abadikan.

Satu bulan berlalu dari program di Vietnam, saya ditelepon oleh Mas Aan, Project Manager AYFN yang memberitahukan bahwa saya mendapat reward dari program sebelumnya berupa free join untuk program selanjutnya yang akan digelar di Bangkok, Thailand. Tak percaya dengan berita ini, esoknya saya mencoba menelpon kembali Mas Aan untuk memastikan berita ini. Dan ternyata benar bahwa saya memang benar-benar gratis untuk join di program selanjutnya. Sebagai kontribusi atas reward ini, saya diminta untuk menjadi juri bagi para calon peserta program selanjutnya.

****

Februari 2011 saya menjejakkan kaki untuk ke dua kalinya di luar negeri. Thailand, negeri yang tak pernah terbayang dalam benak saya, akhirnya bisa saya kunjungi. Disini program persahabatan untuk ke dua kalinya saya rasakan. Selang 1 bulan dari kegiatan ini, saya dihubungi oleh mas Rubi, Presiden BEM UMY untuk mewakili UMY dalam kegiatan yang diadakan oleh Kemenpora RI. Awalnya tak menyangka bahwa kegiatan akan berakhir dengan perjalanan ke Malaysia, saya pun hanya membawa persyaratan yang dibutuhkan seadanya. Akhirnya, kegiatan pendidikan TANNASDA angkatan V selama 2 minggu ini berakhir dengan field trip sekaligus Goodwill Visit ke Malaysia.

Tiga kali merasakan program persahabatan ke luar negeri, membuat fokus going abrod saya berubah. Saya bermimpi untuk merasakan kuliah atau setidaknya internship/living di luar negeri. Kesempatan pertama jatuh pada program "British Council". Informasi ini saya dapatkan dari Mazia, teman satu angkatan yang tahun sebelumnya mendapat kesempatan ke Inggris selama hampir 1 bulan. Lima belas hari saya mencari informasi mengenai program ini, saya mendapat informasi terbaru bahwa untuk tahun ini Host City sudah berpindah bukan Yogyakarta lagi, namun kota lain. Hilang 1 kesempatan, saya mencoba mendaftar melalui AISEC Chapter Undip. Belum sempat mengirim essay, saya kembali mengurungkan untuk niat untuk internship/living di luar negeri, dikarenakan angka yang ditawarkan terlalu tinggi.

Kesempatan kembali datang di pertengahan tahun 2011, Wakil Dekan Fisipol yang juga dosen HI UMY menawari untuk kuliah sit-in di Chulalongkorn University, Bangkok. Dengan komposisi biaya relatif terjangkau (hampir setara dengan biaya kuliah 1 semester di UMY) saya pun mendaftar program ini. Namun menjelang keberangkatan, ada misskomunikasi antar universitas, sehingga biaya menjadi membengkak. Saya kemudian ditawari untuk mengambil sit-in di Kuala Kedah, Malaysia. Saya menolak untuk mengambil kesempatan yang di Malaysia, karena beberapa hal.

Setelah hampir 6 bulan fokus pada skripsi dan wisuda, niat untuk melanjutkan jenjang pendidikan S2 mencuat. Keinginan untuk mendapat beasiswa S2 di luar negeri pun menjadi hal yang paling menggebu. Mencoba menghubungi Ichal, rekan satu organisasi yang lebih dahulu mendapat beasiswa, saya mendapat informasi tentang beasiswa di kampus Asia University, Taiwan. Segala persyaratan untuk mendaftar saya lengkapi segera, termasuk surat-surat rekomendasi dari academic advisor dan proposal penelitian. Satu bulan menunggu pengumuman, saya dinyatakan belum bisa diterima untuk periode Fall Season. Sebenarnya saya diterima untuk beasiswa ini, namun ada peraturan baru dari Menteri Pendidikan Taiwan untuk membatasi jumlah penerima beasiswa bagi mahasiswa asing. Alhasil, 12 calon penerima beasiswa  dari Indonesia gagal berangkat untuk semester ini.

Dengan diterimanya saya sebagai mahasiswa S2 di Program Studi HI UGM serta diterima sebagai calon Pengajar Muda angkatan V, kesedihan gagal menerima beasiswa pun terobati. Tuhan ternyata berkata lain, dengan adanya sakit HNP yang saya dera selama di Indoneisa Mengajar, pada akhirnya mengharuskan saya untuk bedrest dan operasi tulang belakang, saya kembali harus merasakan gagal untuk kesekian kalinya. Hari terakhir di Indonesia Mengajar saya mendapati ada email masuk dari Jennifer, staff International College di Asia University yang menanyakan apakah saya masih berminat untuk mendaftar beasiswa di kampus Asia University. Saya segera menyatakan berminat untuk mencoba mendaftar.

Dua bulan berselang, saya mendapati sebuah email di inbox saya yang isinya :
Dear Andi Azhar, We are pleased to inform you that you have been admitted to International Master program in the Department of Business Administration at Asia University starting from the Spring semester of 2013. Please find attached a scan copy of your admission letter. Please inform us whether you accept or decline this admission as well as scholarship before December 24, 2012 to Jennifer. If you would like to accept the admission, please also provide your dormitory application at the same time. After we receive your confirmation email, we will send the original admission letter by postal mail ASAP.

Alhamdulillah, saya dinyatakan diterima sebagai mahasiswa International Master of Business Administration dengan beasiswa sebagai penyertanya. Tak hanya itu, 2 bulan berselang saya juga dinyatakan diterima sebagai mahasiswa Master Manajemen di kampus PPM School of Manajemen, Jakarta yang sebelumnya telah melalui 4 kali seleksi dengan beasiswa sebagai penyertanya juga.

****
Jumat, 23 Februari 2013 Pkl. 22.30 (GMT+8) setelah berkali-kali mengalami kegagalan, menghabiskan biaya yang tidak sedikit, serta membereskan semua persyaratan, saya menjejakkan kaki saya di negeri Formosa, Taiwan. Tempat berpijak untuk melompat meraih semua impian.


18 Maret 2013
Asrama Mahasiswa Internasional, Asia University

dR.

* Gambar yang ada merupakan koleksi pribadi
* Untuk anak-anak SD N 005 Longkali dan SD N 1 Sidomulyo, terimakasih untuk semua doa-doanya
* Sumber bacaan dan kutipan tulisan : here

Share:

12 komentar

  1. sumpah ngiri aku mas baca tulisannya. -__-"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nuwun sudah mampir. InsyaAllah mas Febri bisa lebih dari sekedar yang ada di cerita diatas :)

      Hapus
    2. Amin Ya Allah....
      Bawa adik-adik PWnya ke Taiwan mas, hehee :)

      Hapus
  2. I'm so proud of your struggle.. I'm student of IPOLS UMY 2014, I hope to be like you someday!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. I believe that you can reach more than you expect it. Greeting from Raflesia Province

      Hapus
  3. Memperjuangkan beasiswa memang harus berdarah-darah ya mas :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tak hanya beasiswa, namun kehidupan juga. Kalau tidak diperjuangkan, bagaimana kita bisa mewujudkannya. "Allah melihat hamba yang berusaha dengan sungguh-sungguh dan tawakal"

      Hapus
  4. Pak saya sekarang sedang berjuang mendapatkan Beasiswa Australia Awards Scholarship (dahulu ADS)... ketika tinggal selangkah lagi, dokter memvonis saya positif HNP lumbal (dan penekanan ringan di servikal)... saya binggung, sedih, frustrasi, dan ketakutan bagaimana kalau di negeri orang nanti HNP saya belum sembuh...

    Perjuangan saya untuk mendapatkan beasiswa ini sangat berat dan berliku, ketika sudah dekat tapi Allah berkehendak lain. Ada saran untuk saya, Pak?

    oya, bagaimana mengenai cerita HNP Pak Andi, apakah jadi di operasi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat mbk Erlin untuk perjuangannya. Semoga bisa melangkah ke Aussie.

      Pertama, HNP ini sebenarnya ringat tapi berat. Ringan karena sakitnya tidak nampak dan tidak seperti penyakit lainnya. Berat karena HNP berada di pusat syaraf. Saya beberapa kali konsultasi dengan dokter di Indonesia, mereka rata-rata menyarankan untuk dilakukan operasi. Namun operasi HNP yang cukup aman membutuhkan biaya hingga 35 Juta.

      Berdasarkan rekomendasi dokter di Taiwan, saya akhirnya operasi disana. Alhamdulillah saat ini saya sembuh total. Saran saya coba konsultasi dengan dokter bedah syaraf

      Hapus
  5. wah Thanks responnya mas Andi,

    ini skr saya cuma tinggal menunggu pengumuman akhir yang kemungkinanan diberikan awal bulan Februari ini... dan sudah saya pasrahkan semua hasilnya pada Allah.

    Soal HNP saya setuju sekali, banyak yang menganggap HNP itu penyakit ringan padahal dampaknya bisa sangat mempengaruhi kualitas hidup, apalagi kalau sudah merusak saraf secara permananen (Naudzubillah himindzalik). Saya sudah ke beberapa dokter Spesialis bedah saraf, spesialis orthopedi (bahkan yang sub spesialis Spine) dan semua sudah menyarankan saya operasi. Permasalahannya saya masih sangat takut akan keberhasilan operasi dan dampak pasca operasi, walaupun saya tau bahwa dengan kemajuan teknologi kedokteran saat ini sudah banyak metode operasi HNP yang aman.

    Kalau boleh tau mas Andi operasi dengan metode apa? hanya disectomy atau dengan pemasangan implan (pen/Platina/titanium)?

    BalasHapus
    Balasan
    1. InshaAllah operasi ini bisa jadi solusi untuk sakit HNPnya mbk Erlin. Saya operasi Disectomy, tidak memasang implan apapun. Pembedahan hanya sekitar 3 cm yang berlangsung selama 4 jam. Kalau boleh tau, mbk Erlin kena HNP nya di tulang nomor berapa?

      Hapus
  6. Ohh, ada yg ku kenal: Ko Yoshua, Ko Ezra, dan Miss Jill Lee... =D

    BalasHapus